Diajak Nikah Siri, Aku Menyesal Namaku Resi. Ayah dan ibuku tinggal di kampung halaman. Aku merantau sendirian ke Jakarta untuk cari kerja. Tak ada sanak saudara, aku ngekos dan berpindah-pindah kontrakan. Aku bekerja dengan gaji seadanya, yang penting bisa membawa oleh-oleh saat menengok orangtua di kampung. Hingga suatu hari, aku berkenalan dengan seorang pria yang kini jadi suamiku. Dia bekerja di salah satu kantor kecamatan di Jakarta, tapi bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ya, bisa dibilang pegawai honorer. Hubungan kami semakin dekat dan kami memutuskan berpacaran. Tapi, sejak berpacaran denganku, dia tak giat bekerja lagi. Dia malah lebih sering mengantar dan menjemputku, sampai lupa dengan pekerjaannya sendiri. Sampai akhirnya, dia dipecat karena sering bolos kerja. Singkat cerita, dia bekerja lagi dan penghasilannya sudah lebih stabil. Dia lalu mengajakku nikah, tapi rasanya ku belum siap. Aku juga bingung bagaimana minta izin ke orang tua di kampung. Jujur, waktu itu aku sempat ragu. Sepertinya, orang tuaku nggak bakal merestui aku menikah di Jakarta. Hmmm, entah apa yang ada dalam pikiranku saat itu, aku akhirnya menikah secara siri meski tanpa restu orangtua. bersambung