Menampung Curhat, Memulung Kisah & Merangkai Cerita(habis) SELALU ada kelegaan saat seseorang mendengarkan ’pengakuan dosanya’ dan menceritakannya kepada orang lain, tanpa harus membuka identitasnya (Bayangkan saja pengakuan dosa di gereja dalam tradisi Kristen). Itu pulalah mungkin yang membuat profesi saya sebagai pemulung dan pengolah curhat ini selalu menarik dan tak pernah kekurangan ’pasien.’ Apa salahnya kan? Namanya simbiosis mutualisme, dia lega, saya punya bahan cerita. Kalau karyanya sudah jadi, biasanya jadi bahan renungan atau bahkan tertawaan, ”Kok bisa ya aku dulu begitu...” BTW, hingga saat ini, sudah ada setidaknya lima novel saya (yang diterbitkan) yang isinya adalah ’kumpulan curhat.’ Masih banyak yang lain sebetulnya, tapi ada yang belum diterbitkan, ada pula yang memang belum selesai penulisannya. Dan untungnya, masalah yang dicurhatkan ke saya belum ada yang sampai pada sesuatu yang ’gawat’ seperti pelanggaran hukum berat. Kalau itu sih, ampun lah, saya juga mungkin nggak bakalan kuat menampungnya. Jadi, kalau mau curhat dengan saya, dengan senang hati saya akan mendengarkannya. Asal jangan minta royalti aja nantinya kalau saya jadikan cerita. Bukan apa-apa, royalti penulis itu nggak seberapa, sementara mendengarkan curhat dan mengolahnya itu juga butuh energi, hehe.... Alip Yog Kunandar Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja Sumber: Kompasiana