Demi Anak, Aku Rela Jadi Korban KDRT Suami (3) Setiap hari aku berpikir, siapa sebenarnya yang salah? Aku atau suamiku? Apakah aku salah mendidik anak kami, atau suamiku sudah tidak menyukaiku? Apakah penampilanku sudah tidak menarik untuknya? Apakah suamiku benci padaku dan Ajeng? Pikiran itu selalu menghantui setiap aku dimarahi. Aku tak tahu kesalahanku. Kadang, aku mencuci baju dibilang tidak bersih atau masih bau. Saat anak tidak menurut, suami bentak aku, ’Gimana sih kamu mendidik anak, kenapa bisa kayak gini?’. Aku hanya bisa nangis setiap kali disalahkan seperti itu. Dan Suami paling benci melihat ku menangis. Semakin aku menangis karena sesak sekali di dada, makin kencang dia memarahiku. Ini membuatku tambah stres. Daya ingatku benar-benar sangat berkurang. Aku menyadarinya setiap kali dimarahi. Aku jadi lupa menaruh dasi suami, padahal baru pagi dia kasih dan sore mau dia pakai lagi. Aku lupa menaruh rokoknya, padahal baru 1 jam yang lalu. Aku lupa kapan terakhir kali aku minum obat, apakah jam 1 atau jam 2. Tapi sejauh ini, aku tak pernah terpikir untuk mengakhiri hidup. Aku nggak berani nekat. Hidup dalam ketakutan sudah jadi pilihanku. Aku hanya berharap, aku bisa terus di samping anakku sampai dia besar, dewasa, dan berumah tangga. Bersambung...