Sedihnya Aku Sering Dibanding-bandingkan Mertua dengan Menantunya Dulu (1) Aku seorang gadis yang dinikahi oleh seorang duda. Awal menikah, kami memutuskan tinggal dengan ibu suamiku. Keputusan ini karena kami ingin sambil merawat ibu, yang hidup seorang diri dan sakit-sakitan. TIDAK mudah ketika suami adalah anak laki-laki satu-satunya di dalam keluarga. Dia jadi lebih punya tanggung jawab penuh atas ibunya. Awalnya, hubungan aku dan ibu mertua biasa aja. Tapi, hari demi hari, aku merasa kesulitan hidup bersama mertua. Kenapa? Dimulai dari seringnya mertua membicarakan mantan istri suamiku, yang membuat aku tidak nyaman. Perkara gelas pecah dibesar-besarkan, bahkan perekonomian kami pun dicampuri. Beliau sering curhat ke anak perempuannya dan mengadukan semua yang terjadi di rumah. Urusan masak pun mereka ikut campur, Bunda. Seakan semua yang aku lakukan selalu salah di hadapan mereka. Perasaan sedih itu semakin menjadi. Untuk menghindar, aku selalu mengurung diri di kamar sampai suami pulang. Bahkan, aku nggak berani makan sampai suami pulang kerja. Setiap malam aku selalu menangis di pelukan suami. Berat sekali rasanya sampai berat badanku turun 12 kilogram dalam 7 bulan. Sampai akhirnya, aku hamil tapi harus keguguran. Ini menjadi kehancuran buatku. Tapi, aku sadar suamiku begitu sayang kepadaku hingga aku bisa bangkit lagi. Beberapa bulan kemudian, kami ingin pasang wifi. Keuangan kami belum stabil karena jujur, saat itu pemakaian internet kami berdua lebih daripada pasang wifi. Makanya, kami memutuskan pasang wifi. Baru juga bilang, ipar bicara nggak enak banget. Perkara wifi aja mereka ikut campur. Bersambung...