METROPOLITAN.ID - Situasi mencekam terjadi di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, setelah dua penagih utang atau debt collector yang dalam keseharian dikenal sebagai matel (mata elang), tewas akibat dikeroyok massa pada Kamis, 11 November 2025.
Insiden tragis ini dipicu saat kedua matel tersebut tengah melakukan penagihan di lingkungan permukiman, namun situasi berubah menjadi ricuh hingga berujung maut.
Peristiwa tersebut berlangsung cepat. Menurut keterangan sejumlah saksi, kedua penagih utang semula datang untuk menagih kendaraan dari seorang debitur yang diduga menunggak pembayaran.
Namun, proses penarikan memicu keberatan dari warga sekitar. Kerumunan yang awalnya hanya memperhatikan, berubah menjadi kelompok massa yang tersulut emosi hingga melakukan pengeroyokan.
Baca Juga: Imbas Kasus Pengeroyokan di Kalibata, 9 Kios dan 8 Kendaraan Dibakar Usai Matel Tewas Dikeroyok
Tidak berhenti pada tewasnya dua matel, suasana kian memanas ketika rekan-rekan sesama mata elang mendengar kabar tersebut.
Puluhan orang dilaporkan berdatangan ke lokasi pada malam hari dan melakukan aksi balasan dengan merusak sejumlah fasilitas umum maupun properti warga.
Beberapa kios, motor, hingga mobil yang terparkir menjadi sasaran amuk massa. Aksi ini membuat wilayah sekitar TMP Kalibata sempat lumpuh dan menimbulkan kepanikan warga karena api dari pembakaran kios dan kendaraan menjalar hingga menerangi langit malam.
Aparat kepolisian langsung diterjunkan untuk mengendalikan situasi, melakukan pemadaman bersama petugas damkar, serta mengamankan area agar kerusuhan tidak meluas ke titik lain.
Gubernur DKI Jakarta Buka Suara
Menanggapi insiden tersebut, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memberikan pernyataan resmi. Ia menilai bahwa kericuhan ini merupakan konflik spontan akibat gesekan antara pihak penagih utang dan masyarakat.
Baca Juga: Apa itu Mata Elang? Ini Kronologi dan Motif Dua Matel Tewas Dikeroyok
"Yang pertama, peristiwa yang terjadi di Kalibata, ini kan sebenarnya peristiwa yang bersifat situasional. Karena ada apa ya orang yang menarik agar dibayar, kemudian ada ketidakpuasan masyarakat, terjadi benturan itu," ujar Pramono.
Pramono juga mengimbau seluruh pihak, baik warga, komunitas matel, maupun kelompok lain yang terlibat agar tidak memperkeruh suasana dengan tindakan provokatif. Ia menekankan bahwa kondusivitas Jakarta harus dijaga bersama.