Konflik bersenjata antara Israel dan Iran kini telah memasuki hari ketiga dan menunjukkan tidak adanya tanda-tanda mereda.
Sepanjang akhir pekan, kedua negara terus saling meluncurkan rudal, memperbesar ketegangan geopolitik di wilayah yang menjadi jalur vital pasokan energi global.
Ketidakpastian semakin meningkat setelah seorang komandan militer senior Iran pada Sabtu menyatakan bahwa negaranya mempertimbangkan untuk menutup Selat Hormuz.
Selat ini merupakan jalur pelayaran penting yang menghubungkan Teluk Persia ke pasar minyak dunia, di mana sekitar 20 persen dari total pasokan minyak global melintas setiap harinya, menurut data dari Goldman Sachs.
Baca Juga: Heboh Kedekatan Anies Baswedan dengan Pramono Anung Usai Pilkada, Makin Hari Makin Mesra Aja..
Lembaga keuangan tersebut memperkirakan, jika skenario penutupan Selat Hormuz benar-benar terjadi, harga minyak bisa melambung hingga melampaui USD 100 per barel.
Situasi ini dapat memperburuk tekanan inflasi secara global dan meningkatkan potensi perlambatan ekonomi dunia.
Meski demikian, sejumlah analis mempertanyakan kemampuan Iran dalam menutup Selat Hormuz secara efektif.
“Saya mendengar penilaian bahwa akan sangat sulit bagi Iran untuk menutup Selat Hormuz, mengingat keberadaan Armada Kelima AS di Bahrain,” ujar Helima Croft, Kepala Strategi Komoditas Global di RBC Capital Markets, dalam program Squawk Box di CNBC, Jumat lalu.
“Tetapi mereka tetap bisa menargetkan kapal tanker di sana, atau bahkan menanam ranjau di jalur tersebut,” tambah Croft.
Baca Juga: Ibunda Gustiwiw Masih Sulit Percaya Kepergian Putra Tercinta, Sempat Mengira Hanya Pingsan
Iran diketahui memiliki salah satu cadangan minyak terbesar di dunia, namun produksinya masih dibatasi akibat sanksi ekonomi dari negara-negara Barat.
Saat ini, produksi harian Iran diperkirakan berada pada kisaran 2 hingga 3 juta barel per hari.
Sementara itu, Amerika Serikat tetap menjadi produsen minyak terbesar di dunia, dengan produksi lebih dari 12 juta barel per hari.