Penyebab Demo Nepal
Ketimpangan Sosial dan Ekonomi
Nepal dikenal sebagai salah satu negara termiskin di Asia Selatan. Bank Dunia mencatat pendapatan per kapita warga Nepal hanya sekitar USD 1.400 (Rp23 juta) per tahun, dengan tingkat kemiskinan yang stabil di atas 20 persen.
Kepemilikan tanah juga timpang. Data menunjukkan 10 persen rumah tangga terkaya menguasai lebih dari 40 persen lahan, sementara sebagian besar petani miskin bahkan tidak memiliki tanah untuk bercocok tanam.
Pengangguran di kalangan pemuda semakin memperparah kondisi. Pada 2024, angka pengangguran pemuda Nepal mencapai 32,6 persen, jauh lebih tinggi dibanding India yang hanya 23,5 persen. Akibatnya, banyak anak muda memilih bekerja di luar negeri.
Pada 2022, sekitar 7,5 persen penduduk Nepal tinggal di luar negeri, salah satu angka migrasi tertinggi di kawasan. Ironisnya, kiriman uang pekerja migran justru menjadi penyokong utama ekonomi Nepal, menyumbang lebih dari 33 persen Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga: Insiden Pesawat Jatuh Terjadi di Kathmandu Nepal, Belasan Penumpang Dikabarkan Tewas
Korupsi
Faktor lain yang tak kalah memicu protes adalah korupsi di kalangan elit politik. Mengutip laporan AFP, Transparency International menempatkan Nepal di posisi 107 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi.
Di media sosial, viral video perbandingan antara rakyat biasa yang bekerja keras dengan anak-anak politisi yang pamer barang mewah. Fenomena ini menciptakan kesenjangan persepsi publik bahwa pemimpin negeri tak lagi peduli dengan penderitaan rakyatnya.
Nepal sendiri baru menjadi republik federal pada 2008, setelah perang saudara selama 10 tahun yang mengakhiri monarki. Namun sejak saat itu, politik hanya diwarnai oleh elit-elit tua yang bergantian menjadi perdana menteri melalui tawar-menawar kekuasaan. Situasi ini semakin menumbuhkan persepsi bahwa pemerintah tidak peka terhadap rakyat.
Gelombang protes di Kathmandu dan kota besar lainnya diorganisir dengan cepat. Akun Instagram @gen.znepal misalnya, aktif membagikan panduan demonstrasi, mulai dari do’s and don’ts hingga peringatan soal penyusup.
Meski awalnya diharapkan damai, demonstrasi berujung ricuh. Hingga Rabu, 10 September 2025, sedikitnya 30 orang dilaporkan tewas.