METROPOLITAN.ID - Wafatnya Sri Susuhunan Paku Buwono (PB) XIII menjadi babak baru dalam perjalanan panjang Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Tahta kini resmi diteruskan oleh putra bungsunya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram, sosok muda yang disebut-sebut sebagai simbol regenerasi di tubuh Keraton Solo.
Penetapan Hamangkunegoro bukanlah keputusan mendadak, melainkan hasil penunjukan langsung dari PB XIII semasa hidup.
Menurut Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Timoer Rumbai, sang raja telah menetapkan Hamangkunegoro sebagai putra mahkota sejak 27 Februari 2022 sebuah keputusan adat yang kemudian disahkan dalam upacara Tingalandalem Jumenengan Dalem atau peringatan kenaikan tahta PB XIII yang ke-18.
Lantas, seperti apa sosok KGPAA Hamangkunegoro, pewaris muda yang kini disebut sebagai Raja Keraton Solo yang baru?
Baca Juga: BGN Tutup Pendaftaran SPPG, Lebih dari 8.000 Lembaga Daftar Jadi Mitra Program Makan Bergizi Gratis
Sosok KGPAA Hamangkunegoro
KGPAA Hamangkunegoro merupakan putra bungsu PB XIII dari pernikahan dengan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakubuwono, permaisuri ketiga yang diangkat secara resmi pada tahun 2022.
Ia lahir pada 26 September 2002, dan sejak kecil tumbuh dalam lingkungan keraton yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Jawa dari unggah-ungguh, tata krama, hingga spiritualitas khas ningrat Surakarta.
Sebelum menyandang gelar agungnya saat ini, Hamangkunegoro sempat dikenal dengan nama Gusti Raden Mas Suryo Mustiko.
Dalam perjalanan adatnya, gelar itu berubah menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Purbaya, sebelum akhirnya dinobatkan menjadi KGPAA Hamangkunegoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram, pewaris sah tahta Kasunanan Surakarta.
Secara genealogis, PB XIII memiliki tujuh anak, lima putri dan dua putra. Satu-satunya saudara laki-laki Hamangkunegoro adalah KGPH Mangkubumi (Hangabehi), anak dari permaisuri sebelumnya, KRAy Winari Sri Haryani.
Baca Juga: Kenapa Ayah Prada Lucky Terancam Dipecat dari TNI? Ini Kronologi Kasusnya
Namun, karena pernikahan tersebut telah berakhir sebelum PB XIII naik tahta, posisi Hangabehi dalam garis suksesi adat dinilai lebih lemah.