Dalam keterangannya, Uya Kuya secara terbuka mengakui bahwa tema tesis tersebut sangat erat dengan pengalaman pribadinya.
Ia bahkan menyebut bahwa topik tesisnya mengalami perubahan agar selaras dengan peristiwa yang pernah ia alami.
“Kemarin tesisnya saya ubah dari zaman saya kena jarah. Ya sesuai dengan apa yang saya alami kemarin,” ungkap Uya.
Pengalaman pahit itu, menurutnya, menjadi pelajaran penting tentang bahaya penyebaran hoaks, terutama di era media sosial yang informasinya menyebar begitu cepat tanpa verifikasi.
Melalui tesisnya, Uya Kuya menyoroti bagaimana berita bohong di media sosial tidak hanya merusak reputasi seseorang, tetapi juga bisa memicu konflik sosial dan tindakan anarkis di dunia nyata.
Ia menilai, penegakan hukum terhadap pelaku penyebar hoaks harus dilakukan secara adil, proporsional, dan tetap berlandaskan nilai-nilai keadilan Pancasila, bukan semata pendekatan represif.
Kajian tersebut menjadi relevan dengan kondisi Indonesia saat ini, di mana hoaks kerap menjadi pemicu perpecahan, terutama menjelang momentum politik.
Sebagai anggota DPR RI, Uya Kuya menegaskan bahwa gelar Magister Hukum yang diraihnya bukan sekadar pencapaian akademik pribadi.
Ia berharap ilmu yang didapat selama menempuh pendidikan dapat memberikan dampak nyata bagi masyarakat luas.