berita-hari-ini

Satgas PKH Bidik 31 Perusahaan Diduga Pemicu Banjir Bandang di Aceh dan Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 16:21 WIB
Buntut bencana Sumatera, pemerintah melalui Satgas PKH incar 31 perusahaan yang diduga perparah dampaknya. (Jiddan : Metropolitan.id)

METROPOLITAN.ID - Pemerintah mulai membuka tabir penyebab banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), negara kini membidik puluhan perusahaan yang diduga berkontribusi terhadap terjadinya bencana Sumatera.

Sebanyak 31 perusahaan masuk dalam radar penyelidikan karena aktivitasnya diduga merusak kawasan strategis Daerah Aliran Sungai (DAS).

Baca Juga: Asal-usul Lily, Anak Adopsi Raffi Ahmad yang Dikaitkan dengan Bobby Nasution

Pemerintah menilai praktik tersebut berpotensi besar memicu meluapnya air dan menyebabkan kerusakan lingkungan serta korban jiwa.

Komandan Satgas PKH Garuda, Mayor Jenderal TNI Dody Triwinarto, mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tersebar di tiga provinsi yang terdampak paling parah oleh banjir bandang.

"Yang terkait langsung dengan daerah aliran sungai (DAS) itu ada sembilan perusahaan," ujar Dody saat memberikan keterangan di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (15/12/25).

Baca Juga: Kemenbud Gelar Soft Launching Buku Sejarah Indonesia untuk Memperdalam Pemahaman Identitas Bangsa

Dody menjelaskan, di wilayah Sumatra Utara terdapat delapan subjek hukum yang tengah diperiksa, termasuk kelompok pemegang hak atas tanah (PHT).

Salah satu kasus bahkan telah ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh Bareskrim Polri.

Sementara itu, Sumatera Barat menjadi provinsi dengan jumlah perusahaan terduga terbanyak.

Baca Juga: Jay Idzes Bangga Sassuolo Tahan Imbang AC Milan di San Siro

Sebanyak 14 entitas lokal diduga melakukan aktivitas di tiga kawasan DAS utama yang kini tengah diselidiki secara intensif.

"Dugaan terhadap subjek hukum yang ada, entitas perusahaan lokal, diperkirakan ada 14," tegas Dody.

Halaman:

Tags

Terkini