berita-hari-ini

Kupat Tahu Pojok Magelang, Nikmatnya Buat Ketagihan

Jumat, 13 Januari 2017 | 18:00 WIB

METROPOLITAN - Minggu lalu, saya liburan keluarga ke Magelang. Sengaja memilih Magelang karena saya terlanjur jatuh hati pada salah satu hotel yang sangat family friendly. Selama tiga hari dua malam berada di kota sejuta bunga ini, saya tak ingin ketinggalan mecicipi kuliner lokal yang terkenal, kupat tahu.

edikit cerita, lahir dan besar di Indonesia bagian timur membuat saya sangat asing dengan menu yang satu ini. Tahun 2012, saya pindah ke Solo mengikuti Abang yang tugas di kota Pak Jokowi.  Selama tinggal di sini, beberapa kali saya melihat menu kupat tahu tapi saya urung untuk mencobanya.

Kalian mau tahu kapan saya pertama kali mencicipi kupat tahu? Tahun 2014 sewaktu liburan keluarga pertama ke Magelang. Barangkali kalian akan tertawa karena saya telat banget untuk mecicipi kuliner nusantara yang satu ini. Tapi, bagi saya ada hal-hal tertentu yang membuat saya tergerak untuk mencoba atau melakukan karena adanya chemistry dan sayangnya itu datang setelah bertahun tinggal di Jawa Tengah.

Sudah pernah mencicipi kupat tahu kok baru sekarang nulisnya? Too bad, kupat tahu yang saya cicipi pertama kali kurang berkesan di lidah dan kalaupun saya ‘maksa’ untuk nulis hasilnya akan terasa datar.

Balik lagi ke liburan minggu lalu. Kami memutuskan untuk mencicipi kupat tahu di hari terakhir sebelum balik ke Solo. Saya memang sudah niat banget mau mendatangi salah satu tempat makan kupat tahu setelah beberapa bulan sebelumnya membaca postingan Mas Danang tentang kupat tahu yang sayangnya saya lupa nama tempatnya. Sehari sebelum pulang, saya browsing lagi tempat kupat tahu dan saya menemukannya.

Pagi itu, jalan tentara pelajar masih lengang. Jam di pergelangan tangan menunjukkan pukul sembilan pagi. Deretan rumah makan kupat tahu masih terlihat tutup dan sepi dengan kendaraan yang parkir maupun melintas. Hanya ada satu rumah makan yang buka dan ramai. Sayangnya, bukan rumah makan itu yang akan saya tuju. Abang pun memarkir mobil dan bertanya pada tukang parkir pukul berapa tahu pojokan dibuka.

“Tunggu bentar lagi aja, Mas, 15 menit. Tahu Pojok buka pukul 9.30,” ujarnya.

Ahh, nggak lama lagi. Kami pun memutuskan untuk menunggu.

“Mas, udah buka tuh,” seru tukang parkir.

Kami pun bergegas memasuki rumah makan Tahu Pojok. Ternyata, sudah ada satu keluarga yang duduk menunggu mendahului kami.

Rumah makan ini jauh dari kesan mewah. Ukurannyatidak lebar pun panjang. Tahu Pojok ini berderet dengan rumah makan lain yang menyajikan menu sama, kupat tahu. Dilihat dari bangunannya memang sudah tua. Cat berwarna hijau terlihat mengelupas di beberapa bagian.

Memasuki Tahu Pojok, penataan ruangan terlihat sesak namun bersih. Ada kurang lebih lima meja dan kursi panjang yang berderet. Dan tiap meja dijejali gorengan dan beragam kerupuk dalam toples bening ukuran besar. Di sudut kanan ada meja kasir dan tempat untuk membuat es. Di sudut kiri, di situlah kupat tahu diracik oleh seorang ibu yang kira-kira usianya sekitar 50 tahun, berperawakan mungil, rambut bergelombang sebahu. Beliau dengan cekatan menyiapkan bahan-bahan dan menyajikannya dalam piring-piring yang sudah tersedia. Di bagian belakang ada dapur multifungsi. Seorang wanita paruh baya dalam balutan kebaya khas Solo terlihat sedang menunggui beberapa panci.

Walaupun bangunannya terlihat tua tapi kesederhanaan yang ditampilkan Tahu Pojok Magelang membuat saya betah.

Karena datang pas buka, jadi kami harus menunggu beberapa saat untuk mencicipi kupat tahu. Saya pun sangat excited melihat proses penyajian kupat tahu ini. Si Ibu dengan cekatan mengaduk kuah kacang yang dicampur dengan air panas. Sambil menunggu tahu kelar digoreng, si Ibu mengulek satu siung bawang putih untuk tiap piring lalu memasukkan bahan-bahan lain seperti kecambah, lontong, kol, bakwan, seledri, daun bawang, garam ke dalam piring-piring yang tertata rapi di meja.

Halaman:

Tags

Terkini