METROPOLITAN - Adanya temuan pungli di Terminal Baranangsiang oleh Ombudsman RI, nampaknya tidak terlalu digubris oleh Pemerintah Kota Bogor. Sebab, menurut Wakil Walikota Bogor, Dedie A. Rachim, saat ini Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) sudah secara sah menjadi pengelola terminal tipe A tersebut.
Hal tersebut, sambung Dedie, berdasarkan legal opinion (LO) yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri dan hasil kajian dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
"Kan sudah secara sah, BPTJ sebagai pengelola. Jadi kita Pemkot tidak bisa intervensi lagi," kata Dedie.
Terkait dengan masalah pelayanan yang selama ini dikatakan oleh BPTJ sebagai warisan dari Pemkot Bogor, Dedie mengungkapkan kalau sebenarnya BPTJ sudah berkoordinasi dengan PT. PGI selaku pihak ketiga yang akan melakukan revitalisasi Terminal Baranangsiang.
Dedie juga mengatakan, dari Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki oleh PT. PGI selama 30 tahun, sudah terpotong selama tujuh tahun sejak 2012. Itu semua merupakan hasil kordinasi dengan BPTJ, PT. PGI dan Kementerian Kemaritiman dan Investasi.
"Jadi memang sisa 27 tahun lagi dan itu semua sekarang kewenangannya ada di pemerintahan pusat," jelas Dedie
Adanya temuan Pungli di Terminal Baranangsiang juga tidak mendapatkan respon yang berarti dari Kapolres Bogor, Kombes Pol Hendri Fiuser. Ia mengatakan, kalau hasil temuan Ombudsman RI tidak bisa ditindaklanjuti oleh pihaknya. Walaupun memiliki tim saber pungli di Kota Bogor, ia sendiri mengaku kalau tidak mau berspekulasi dulu.
"Biarlah itu temuan Ombudsman RI didalami dulu oleh mereka. Kami sekarang hanya menunggu panggilan dari mereka, karena mereka kan berjanji akan memanggil pihak-pihak terkait. Kita tunggu saja nanti bagaimana," kata Fiuser kepada Metropolitan.
Sebelumnya, Ombudsman RI melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke terminal tersebut, Sabtu (28/12). Sidak yang dipimpin oleh anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, mendapati banyak persoalan yang berada di terminal tipe A ini. Ninik mengungkapka,n adanya pungutan liar (pungli) dan hal tersebut dibiarkan oleh pihak pengelola terminal Barnangsiang.
Pungli yang dimaksud oleh Ninik adalah biaya penggunaan toilet, iuran keamanan, iuran kebersihan, iuran pedagang, iuran supir angkot, dan biaya perbaikan jalan di lingkungan terminal. Pungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga ini, menurut Ninik harus ditindak.
“Kalau bicara fasilitas umum ini kan memang seharusnya tidak boleh ada pungutan. Jika memang dilakukan pungutan, ya harus jelas juga masuknya ke kantong siapa,” kata Ninik kepada Metropolitan, kemarin.
Ia menambahkan, pungli yang terjadi di kawasan Terminal Baranangsiang, rupanya tidak diketahui oleh pihak terminal. Bahkan, sambung Ninik, pihak terminal seakan lepas tangan begitu saja. Padahal Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) sudah mengelola terminal bersejarah di Kota Bogor ini sejak Februari 2018.
“Kalau sekali ngetem Rp5000 dan untuk warung-warung ditagih Rp5000 per hari, bayangkan berapa banyak uang yang masuk ke kantong oknum-oknum ini,” jelas Ninik.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BPTJ, Budi Raharjo, mengatakan, kalau hal-hal yang ditemukan oleh BPTJ merupakan warisan dari dulu. Ia juga menyebutkan kalau pangkalan bus yang ada di Terminal Baranangsiang memiliki permasalahan sosial yang sulit diselesaikan sejak dulu.