METROPOLITAN - Kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Mike Pence ke Masjid Istiqlal dipandang memiliki arti tersendiri. Kunjungan ini dilakukan di tengah kekhawatiran bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump itu anti-Islam.
Kunjungan ke Istiqlal ini dilakukan Pence dalam rangkaian kunjungannya ke Indonesia. Tiba di Jakarta pada 20 April, Pence juga akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan melakukan pertemuan bilateral dengan Wapres Jusuf Kalla. Sebelumnya Pence mengunjungi Korea Selatan dan Jepang. Di kedua negara itu, Pence berusaha meredakan deklarasi proteksionisme 'America first' yang pernah dilontarkan Trump. Dia menegaskan komitmen AS pada keamanan di kawasan Asia Timur, di tengah ketegangan yang dipicu program nuklir Korea Utara (Korut). Seperti dilansir AFP, kunjungan Pence ke Masjid Istiqlal ini mewakili upaya tertinggi pemerintahan Trump dalam menjangkau umat muslim sejak Trump menjabat 20 Januari lalu. Di sisi lain, kunjungan ini dianggap sebagai sikap simbolik pemerintahan AS yang dituding semakin memicu Islamofobia. Kunjungan ini juga mengingatkan pada kunjungan serupa oleh mantan Presiden AS Barack Obama dan Ibu Negara Michelle tahun 2010 lalu. Trump telah menjamu para pemimpin dari negara-negara mayoritas muslim seperti Yordania, Irak, Arab Saudi dan Mesir. Namun pemerintahannya juga memberlakukan larangan pada warga dari beberapa negara mayoritas muslim, yang dianggap sebagai diskriminasi muslim oleh banyak pihak. Gedung Putih dalam pernyataannya menyebut Pence akan mengunjungi Masjid Istiqlal dan mengikuti dialog lintas agama di Jakarta. Kunjungan ini disambut baik oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin. "AS merupakan negara besar, dengan pengaruh besar, jadi seharusnya mewakili dirinya sebagai negara yang ramah pada semua orang. Semoga kunjungan Pence mengindikasikan perubahan sikap, setidaknya mereka menjauh dari posisi yang menunjukkan mereka tidak begitu menyukai Islam," tutur Maruf Amin kepada AFP. Namun pengamat menyebut upaya Pence menjangkau muslim di Indonesia kemungkinan besar tidak akan mengurangi kekhawatiran bahwa pemerintahan Trump itu anti-Islam. "Pernyataan keras Presiden Trump soal Islam dan muslim telah merusak reputasinya di dunia Islam. Dibutuhkan lebih dari sekadar kunjungan untuk memperbaiki kerusakan itu," sebut pakar Timur Tengah dan Islam dari London School Economics, Fawaz Gerges.SUMBER : DETIKNEWS