METROPOLITAN - Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kota Sukabumi Darwis H mengeluhkan kurangnya fasilitas dan sempitnya ruangan yang digunakan untuk penampungan warga binaan Kelas II B Nyomplong, Kota Sukabumi. Kapasitas lapas di bawah pimpinannya itu seharusnya berkapasitas 200 warga binaan saja. “Realitanya kini lapas di isi 430 warga binaan. Sebenarnya ini pelanggaran HAM,” kata Darwis, belum lama ini.
Namun, Darwis memaklumi lantaran ia menilai negara belum mampu menghadirkan lokasi atau kawasan yang lebih strategis dan nyaman. Sebab, mengingat Sukabumi merupakan salah satu kota yang susah mendapatkan lokasi. “Sehingga diharapkan pemerintah daerah membantu Menteri Hukum dan HAM agar menyediakan lahan untuk warga binaan di Kota Sukabumi,” terangnya.
Ia mengklaim kendati kondisinya tidak memadai, pihaknya terus memberikan yang terbaik kepada semua warga binaan dengan keterbatasan yang ada. Jika dilihat model program lapas 2017 itu, seperti halnya di Lapas Kelas II B Warungkiara. Yakni model pesantren salafi, sehingga memerlukan tempat yang luas. Lahan itu untuk mengaji, menghafal, mengkaji kitab dan praktik ibadah. Berbeda dengan model program 2016 yang hanya memfokuskan pada ceramah saja.
“Ya otomatis ini memerlukan tempat yang memadai. Ya seperti ini, kami hanya bisa menggunakan masjid. Inilah yang menjadi andalan,” paparnya.
Sementara Wakil Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi mengakui jumlah penghuni lapas terlalu banyak (over load, red). Namun, pihaknya tak bisa melakukan intervensi kepada lapas. “Upaya pemerintah sendiri hanya menyalehkan warganya. Sehingga, tak banyak lagi warga yang masuk ke lapas. Saya rasa itu solusinya,” tutupnya.
Selain itu, program model pesantren itu juga menjadi salah satu solusi. Selain warga Kota Sukabumi yang menghirup udara bebas memiliki karakter yang saleh, warga binaan lapas pun dibina menjadi saleh. Sehingga saat keluar nanti, mereka tak menjadi residivis dan menjadi penghuni lapas yang berulang kali.
(cr11/smi/pjs/ram/run)