METROPOLITAN - Dua pelaku bom bunuh diri meledakkan dirinya di kawasan Terminal Kampung Melayu Jakarta Timur, Rabu malam, 24 Mei 2017.
Aksi ini menimbulkan 16 orang korban. Dua di antaranya adalah diduga pelaku bom bunuh diri. sembilan personel polisi dan enam lainnya warga sipil.
Teror bom ini kembali menghenyak publik, dan sepertinya bom kali ini menjadi insiden yang paling banyak memakan korban dari personel kepolisian.
Sebab, dari 14 orang korban, diluar dua pelaku bom. Sembilan orang adalah personel polisi dengan tiga tewas dan lima warga sipil luka-luka.
Belum diketahui persis ada kaitannya atau tidak, namun bom bunuh diri Kampung Melayu ini terjadi hanya berjarak sebelas hari dari terbunuhnya seorang pimpinan kelompok bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) bernama Barok di Poso Sulawesi Tengah.
Barok, dikabarkan merupakan penerus estafet kelompok MIT sepeninggal Abu Wardah atau Santoso yang tewas pada tahun lalu.
FOTO: Tim Satuan Tugas Operasi Tinombala di Poso yang memburu kelompok Mujahidin Indonesia Timur
Tak cuma itu, bom ini juga terjadi hanya berselang dua hari setelah sebuah bom meledak dalam Manchester Arena ketika musisi Inggris Ariana Grande tampil. Di kejadian ini, 22 orang meninggal dunia dan 59 orang lainnya dilaporkan luka-luka.
Sejauh ini, kelompok teror di Suriah, ISIS, memang telah mengklaim serangan bom di Kampung Melayu Jakarta Timur dilakukan kelompoknya.
Itu dinyatakan ISIS lewat kantor berita mereka Amaq dan dikutip Reuters, Jumat, 26 Mei 2017. "Eksekutor serangan bom di Indonesia terhadap personel polisi di Jakarta adalah kelompok pejuang Islam," tulis ISIS dalam siaran persnya.
Terlepas dari itu, teror bom ini seperti mencatatkan kembali bahwa serangan ini menjadi bentuk teror nyata kepada kepolisian.
Para pelaku seolah kembali hendak menegaskan bahwa mereka seperti memburu para polisi sebagai korbannya. Meski kemudian memang ada publik yang terdampak, namun serangan terbuka ini menjadi catatan baru bagi para teroris soal polisi yang menjadi korban mereka.
"Motifnya berdasarkan ideologis, mengikuti fatwa bahwa yang namanya thagut adalah polisi. Dan, tidak menutup kemungkinan untuk ke depannya, mereka pun akan menyerang TNI. Sangat membahayakan gerakan radikal seperti itu," kata pengamat terorisme yang juga mantan anggota NII, Al Chaidar.