DALAM Alquran terdapat ayat yang menyebutkan bahwa takwa merupakan pakaian yang paling baik bagi umat manusia (QS : 7 : 26). Aspek takwa jelas mempunyai dimensi yang sangat luas, tidak hanya pada pengertian terminology, tetapi pada aspek yang lebih luas seperti: sabar, jujur (amanah), adil, disiplin, sadar akan dosa, rendah hati (tawadlu), positive thinking (Husnudzzon), toleran (Tasammuh) dan simpatik. Jika ditarik dalam garis yang tegas, kandungan hikmah Saum terdapat dua unsur penting.
Pertama, hubungan yang bersifat personal antara manusia dengan Tuhan-nya (kontak vertical) yang bisa dibangun melalui dimensi formilnya. Keterbiasaan seseorang dalam menahan lapar, minum dan hawa nafsu lainnya dapat membentuk pribadi yang sabar, waspada, jujur, sopan, kritis, patuh dan kuat dalam menghadapi berbagai cobaan yang menghadang di depannya.
Kedua, hubungan yang berkaitan antar sesama manusia (kontak horizontal), yaitu kesadaran akan lingkungan sosial ini bisa diwujudkan oleh dorongan naluri insaniyah yang paling dalam.
Namun, hikmah yang kedua ini yang justru sering tidak diperhatikan oleh kebanyakan umat Islam. Jika ada, hanya terbatas pada aksi-aksi sepontan berupa zakat fitrah yang bersifat Doktriner dan Temporer. Betapa sebenarnya saum Ramadhan memiliki energi ikat yang kuat dalam menterjemahkan pada konteks sosial kemasyarakatan.
Kalau kita lacak dalam sandaran teologisnya, ibadah Saum sarat dengan faham humanisme yang amat kental. Alquran sebagai sumber utama dalam menyampaikan pesan Saum mengajarkan kepada kita, bahwa hidup menyendiri tanpa memperhatikan dan peduli kepada lingkungan sosialnya tidak ada referensi ilahiyahnya.
Hidup sendiri dan mandiri dalam ketunggalan yang mutlak dan dalam keesaan yang tidak mengenal ketergantungan apa pun, hanyalah sifat bagi Allah semata. Dari titik tolak keimanan yang demikian ini manusia disadarkan untuk mengenal hakikat kehidupannya dan lingkungan sosialnya. Manusia yang mencapai kesadaran batin yang tinggi memandang alam semesta di sekitarnya sebagai suatu kesatuan, di mana kehadiran yang satu terkait, tergantung dan berkepentingan dengan kehadiran yang lain.
Dalam hubungan ini, Alquran memberikan petunjuk untuk selalu memelihara petunjuk untuk selalu memelihara kebersamaan sebagai makhluk sosial dan menempatkan nilai-nilainya ke dalam pola hubungan kemanusiaan dengan tetap saling menghormati, menjaga, melindungi, mengasihi dan menyantuni sebagaimana diatur dalam sistem ajarannya. Saum sebagai salah satu ajaran yang mempunyai dimensi teologis dengan kekuatan pesan moralnya yang humanis, harus dijalankan berdasarkan tingkat keikhlasan yang tinggi.
Kesadaran batin yang tinggi karena adanya iman yang tumbuh dan berkembang dalam menjalankan ibadah Saum mempercepat proses terwujudnya paham humanisme, khususnya kepedulian kepada sesama. Kepekaan social shaim (orang yang bersaum) yang dilatih melalui pengembaraan spiritual selama saum, seperti menahan haus dan lapar menuntut diaplikasikan dalam wujud memahami perasaan kaum fakir, miskin dan orang-orang tertindas lainnya.
Shoim akan segera ikut merasakan kepedihan yang mendalam seperti kaum (kelompok) yang setiap harinya mendapatkan kesulitan-kesulitan penghidupan.
Wallahu a’lam bishsawab.
(*)