PENDIDIKAN YANG HOLISTIK
Untuk mencegah pelecehan dan kekerasan seksual, perlu dilakukan dua tahapan, yaitu pencegahan dan tindakan pascakejadian. Untuk pencegahan, pertama, formulasi pendidikan seksual yang tepat untuk anak-anak terus diperbarui guna mencegah maraknya pelecehan dan kekerasan seksual.
Pendidikan seks yang dibangun bukan semata persoalan reproduksi, melainkan juga agama, budaya, dan etika masyarakat terhadap perilaku yang mengarah ke pelecehan seksual, baik verbal maupun nonverbal. Peran guru BK sebagai konselor dituntut lebih besar untuk menindaklanjuti persoalan pelecehan seksual.
Kedua, informasi bahwa perilaku tertentu dapat dianggap sebagai pelecehan seksual disosialisasikan secara masif pada siswa. Ketiga, edukasi pada masyarakat perlu diupayakan sangat maksimal untuk turut memberi andil pencegahan kekerasan tersebut. Informasi bahwa ada lembaga yang membantu masyarakat dalam advokasi korban perlu diketahui masyarakat luas sebagai pendamping pelaporan pada pihak kepolisian.
Sementara untuk tindakan pascakejadian, pertama, siswa perempuan diajarkan berani melaporkan pada guru jika diganggu teman laki-lakinya. Siswa laki-laki dituntut pula partisipasinya untuk juga berani melaporkan jika menemukan peristiwa pelecehan seksual. Kedua, sekolah perlu membuat peraturan yang tegas bagi siswa yang melakukan pelecehan seksual. Ketiga, regulasi dari pemerintah dari sisi hukum juga harus ditegakkan dengan upaya konseling karena terkait dengan masa depan siswa, baik korban ataupun pelaku.
HUKUM YANG SETIMPAL
KPAI menekankan pada efek jera dalam kasus kekerasan terhadap anak. Kejahatan anak yang dilakukan oleh orang terdekat seperti orang tua atau guru, semestinya mendapat hukuman tambahan 1/3 dari ancaman hukuman normal. Saya juga sependapat dengan KPAI. Hukuman yang “setimpal” layak diberikan kepada orang tua atau guru jika mereka pelakunya. Dalam UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002, ada beberapa pasal pidana pelaku kejahatan terhadap anak. Di antaranya:
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan diskriminasi dan penelantaran yang mengakibatkan anak menjadi sakit atau penderitaan baik fisik, mental maupun sosial dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000.-
Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dipidana dengan pidana 15 tahun paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000.- dan paling sedikit Rp 60.000.000.-
Pasal 83
Setiap orang yang memperdagangka, menjual dan menculik anak untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain dipidana paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak RP. 300.000.000.- dan paling sedikit Rp. 60.000.000.-
Pasal 89
Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi dan seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000.-