METROPOLITAN - Tidak ada yang berbeda pada sore jelang malam itu. Hengki Kurniawan (12) dan Farel (6) menjalankan aktivitas rutinnya setiap hari, pergi mengaji ke musala bada Magrib di Kampung Garehong, Dusun Cimapag, Kabupaten Sukabumi.
Sore itu, jalanan lumayan becek karena telah diguyur hujan berjam-jam. Sebelum berangkat ke musala, kedua kakak beradik itu menyempatkan jajan terlebih dahulu. Namun sekitar sepuluh detik beranjak, kampungnya telah rata dengan longsoran tanah. “Cucu saya juga ngaku kaget dan tidak tahu apa yang terjadi. Karena tak lama berangkat, kampungnya sudah rata dengan tanah," ujar neneknya, Suhen, di lokasi bencana, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok.
Dari cerita yang dikisahkan Hengki, saat kejadian, dirinya dan adiknya sempat diantar ke musala oleh ayahnya, Ahudi. Tidak berselang lama, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari kampungnya yang ternyata terjadi longsor.
Ia pun baru sadar sudah berada di tengah sawah yang katanya diselamatkan keluarganya. Namun nahas, ayahnya Ahudi dan ibunya Edsih serta kakaknya menjadi korban. Ayahnya ditemukan di hari pertama pencarian dan ibunya di hari keenam pencarian.
Kisah ini bertambah sedih karena Farel hingga kini belum percaya kedua orang tuanya meninggal dunia akibat bencana tersebut. Bahkan, ia sering memanggil ibunya karena ingin dipeluk dan pulang ke rumahnya. "Farel sering manggil ibunya karena sangat dekat dengan almarhum dan tidak percaya rumahnya sudah rata dengan tanah," ujarnya.
Kedua bocah ini pun rencananya diangkat anak oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Kang Emil) agar masa depan keduanya terjamin. Namun keluarga masih berembuk rencana adopsi itu.
Hengki mengaku mau menjadi anak angkat Kang Emil, namun ia masih tidak percaya harus menjadi yatim piatu di usianya yang masih belia. "Saya ingin bermain dan sekolah lagi. Tadi juga dapat boneka dari Bupati Sukabumi Marwan Hamami dan sempat bermain dengan polwan," ungkapnya. (rep/mam/run)
