METROPOLITAN - Masyarakat pers Indonesia yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) Pers Indonesia dari berbagai wilayah seIndonesia menggelar Kongres Pers 2019 di Gedung Serbaguna Asrama Haji Pondokgede, Jakarta Timur, Rabu (6/3/2019).
Kongres Pers Indonesia itu dihadiri sekitar 700 peserta yang terdiri dari wartawan, pemimpin redaksi, pemimpin perusahaan serta 12 organisasi pers di seluruh Indonesia.
Sejumlah kesepakatan bersama telah dihasilkan dan disepakati, sa lah satunya memilih dan menetapkan Dewan Pers Indonesia (DPI) di tingkat pusat serta DPI di tingkat provinsi.
Dalam kesepakatan bersama tersebut menetapkan kepengurusan DPI pusat beranggotakan 21 orang, sedangkan di tingkat provinsi DPI diisi tiga orang.
Dalam program kerjanya, baik Sekbertingkat pusat maupun di daerah, bersama-sama secara paralel nantinya akan menciptakan iklim kehidupan pers yang profesional, kondusif, berkualitas dan merdeka dari tindakan diskriminasi dan intervensi.
Tidak hanya membentuk kepengurusan, dalam kongres tersebut juga membahas implementasi di lapangan. Yakni bagaimana ke depan DPI melindungi dan mengayomi insan pers di seluruh belahan NKRI, yang tak jarang mendapatkan perlakuan diskriminatif dari oknum-oknum tertentu yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketua Tim Formatur DPI Heintje Mandagi mengatakan, dengan terbentuknya DPI melalui Kongres Pers Indonesia 2019 ini, maka ke depan tidak ada lagi kasus kriminalisasi terhadap jurnalis di Tanah Air. Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) itu berharap pemerintah di pusat maupun di daerah, termasuk verifikasi wartawan dan media, bukan lagi menjadi tunggal ditangani dewan pers seperti yang terjadi selama ini.
“Bahwa tidak boleh lagi ada kriminalisasi pers di seluruh Indonesia,” ujar Heintje Mandagi. Heintje menyebutkan dalam waktu dekat DPI akan mengirimkan surat kepada presiden untuk berkoordinasi supaya tidak lagi terjadi kriminalisasi terhadap pekerja pers.
“Kita sudah punya mekanisme sendiri. Nanti DPI akan membuat surat pemberitahuan ke presiden, kementerian, gubernur, bupati dan instansi pemerintah lainnya bahwa kita punya konstituen sendiri. Sehingga tidak ada lagi diskriminalisasi di lapangan dalam menjalankan tugas jurnalistik,” jelas Heintje. (feb/run)