Senin, 22 Desember 2025

Bapak dan Anak Berebut Perusahaan, Karyawan Demo Takut di PHK

- Rabu, 24 Juli 2019 | 16:01 WIB

METROPOLITAN.id – Sengketa kepemilikan perusahaan PT Sari Rasa Citeureup antara sang ayah Yansen Eka Wijaya selaku pemilik sertifikat perusahaan dengan anaknya Sonny Eka Wijaya membuat pegawai di perusahaan tersebut khawatir dengan masa depan pekerjaan mereka. Akibatnya, para pekerja yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Bogor (GMPB) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Cibinong untuk menuntut kejelasan. Dalam tuntutannya, para pekerja meminta PN tidak mengeksekusi pengambil-alihan gudang PT Sari Rasa Citeureup. Ekseskusi itu merupakan buntut keputusan yang diajukan pemohon Yansen Eka Wijaya ke Mahkamah Agung (MA) pada 26 Februari 2018 yang memenangkannya atas termohon Sonny Eka Wijaya. Koordinator Aksi, Riyad Fahmi mengatakan, pengelolaan PT Sari Rasa oleh Yansen Eka Wijaya dinilai tidak seperti pengelolaan yang dilakukan Sonny Eka Wijaya. Sebab, pengelolaan oleh pemenang permohonan itu mengakibatkan para buruh tidak mendapatkan upah yang semestinya, bahkan ada yang sampai belum dibayar. “Kami menolak eksekusi pengambil alihan PT Sari Rasa Citeureup yang akan dilakukan PN Cibinong atas dasar pelimpahan putusan kasasi di MA,” kata Riyad.
-
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum Termohon, Victor Harianja menilai ada yang tidak beres dengan hasil persidangan yang diterima kliennya. Menurutnya,  sebelum ditetapkan putusan, pihaknya sudah mengajukan tiga gugatan kepada PN Cibinong tetapi semuanya ditolak. “Intinya para buruh maupun pengelola PT Sari Rasa Citeureup itu menolak PN Cibinong melakukan eksekusi pengambil-alihan perusahaan yang dikelola klien kami. Karena sampai saat ini pemohon Yansen juga memiliki hutang sebesar Rp5 Miliyar kepada klien kami yang selama puluhan tahun sudah mengelola perusahaan tersebut,” ujar Victor. Sementara itu, Wakil Ketua PN Cibinong Darius Naftali mengatakan, tuntutan yang dilakukan para pekerja ke PN Cibinong salah kamar. Terlebih, putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan tidak dapat diganggu gugat. Menurutnya, kedua belah pihak sudah diberikan waktu untuk melakukan mediasi saat proses peradilan di PN bahkan sampai Kasasi di tingkat MA untuk menyelesaikan sengketa keluarga tersebut. “Kalau seperti kasus hukum perdata ini, yang telah berkekuatan hukum tetap, kalau eksekusi tidak juga dilaksanakan maka rasa keadilan tercederai. Menunda keadilan itu sama dengan ketidak adilan itu sendiri," tegasnya. (cr2/mg1/fin)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X