METROPOLITAN - Disneyland Hong Kong bagaikan 'kota hantu' di musim panas ini. Para turis sengaja menghindari tempat wisata itu akibat demo yang berkelanjutan di Hong Kong.
Sejumlah pengunjung melaporkan kekosongan di berbagai sudut Disneyland. Sebagian besar kursi di food court taman kosong saat jam makam siang. Bahkan beberapa gerai toko tutup hingga batas waktu yang tak ditentukan.
Seorang juru bicara Disneyland menolak memberikan data jumlah kunjungan selama beberapa bulan terakhir, seperti dilansir South China Morning Post, Rabu (11/9).
Industri pariwisata dan jasa di Hong Kong memang mengalami penurunan terburuk dalam satu dekade ini di tengah gerakan protes yang semakin memanas.
Kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) selama Agustus 2019 turun hingga 40 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penurunan terdalam sejak 2003, saat wabah sindrom pernapasan akut ramai di Hong Kong.
Protes anti-pemerintah Hong Kong, yang dipicu oleh RUU ekstradisi, telah memasuki minggu ke-14 dan menunjukkan beberapa tanda pelonggaran.
Para pengunjuk rasa memaksa operasional bandara tutup selama dua hari berturut-turut di bulan lalu. Bahkan menggunakan kekerasan untuk menekan tuntutan mereka.
Polisi pun melakukan tindakan yang lebih keras, termasuk penggunaan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan para pendemo yang rusuh.
Departemen Luar Negeri AS juga telah menyarankan warganya berhati-hati mengunjungi kota Hong Kong. Peringatan ini dikeluarkan AS pada bulan lalu.
Sektor pariwisata yang mengalami tekanan tersebut juga berimbas pada melambatnya industri lokal, mulai dari katering, hotel, dan ritel.
"Kami telah mengalami pukulan besar dari protes," kata Wong Ka-ngai, ketua Serikat Umum Pemandu Tur Hong Kong, yang mewakili sekitar 3.200 dari 6.000 pemandu wisata di kota.
Wong memperkirakan hanya 10 persen dari pemandu wisata yang diwakili oleh serikatnya yang dapat menghasilkan keuntungan selama Agustus.
Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, pemandu wisata dapat menghasilkan USD 3.800 atau sekitar Rp 53,2 juta (kurs Rp 14.000) selama musim sibuk Juli dan Agustus.
Hotel-hotel juga berjuang untuk tetap bertahan, bahkan hingga memberikan diskon harga besar-besaran. Namun hal ini tak membuahkan hasil.