METROPOLITAN - Dalam sepekan terakhir, hujan yang turun di wilayah Kabupaten Bogor membuat warga was-was. Beberapa kawasan di Kabupaten Bogor bagian selatan mendapatkan peringatan dini terjadinya bencana alam. Menurut catatan Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatoligi Bogor, Hadi Saputra, wilayah Bogor termasuk kedalam salah satu wilayah nonzona musim, jadi turunnya hujan bukanlah sebuah pertanda musim kemarau sudah berlalu. Sebab, wilayah Jawa Barat akan memasuki musim penghujan pada akhir Oktober. "Awal mulai masuk musim hujan Memang dimulai dari wilayah Bogor dan sekitarnya. Kemudian menjalar ke arah timur Jawa Barat, yang terakhir masuk musim hujan wilayah pantai utara (pantura) Jawa Barat sekitar Desember," terangnya. Ia menjelaskan, intensitas hujan yang mulai meninggi adalah hal yang lumrah, karena saat ini sedang masuk ke masa transisi iklim atau lebih dikenal sebagai pancaroba. Awan-awan yang terbentuk adalah awan konvektif seperti awan cumulonimbus yang bisa menyebabkan hujan lebat dalam waktu singkat disertau petir atau hujan es dan angin kencang. Menurut dia, intensitas hujan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir, terukur hingga 67 mm, dengan kecepatan angin mencapai 51 knot yang bisa menyebabkan pohon tumbang. Hadi menuturkan, yang perlu diwaspadai adalah ketika sudah terdengar bunyi petir masyarakat harus bersiap-siap karena dalam waktu dekat akan terjadi hujan lebat disertai angin kencang. "Untuk banjir biasanya kalo hujan lebat dalam waktu yang lama lebih dari 3 jam, dan wilayah yang luas, maka titik-titik yang rawan banjir bisa terjadi banjir lintasan," terangnya. Terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Mitigasi Bencana pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, Dede Armansyah mengaku sudah memetakan 12 kecamatan yang rawan terjadi bencana banjir dan longsor. Menurut pantauan BPBD, 12 kecamatan yang rawan banjir dan longsor adalah wilayah yang dilewati aliran sungai besar, seperti Kecamatan Tanjungsari, Cisarua, Ciawi, Megamendung, Cijeruk, Caringin, Pamijahan, Tenjolaya, Cigudeg, Nanggung, Jasinga dan Sukajaya. Banjir yang menghantui terbagi menjadi dua jenis, yaitu banjir genangan dan banjir bandang. Banjir genangan, kata Dede, adalah banjir yang terjadi karena adanya sumbatan yang terjadi di aliran sungai. “Maka dari itu, peran serta masyarakat sangat berpengaruh kepada terjadinya bencana ini. Kalau masyarakat melihat adanya kayu, ataupun bambu yang melintang ditengah aliran sungai yang bisa menjadi penyebab tersumbatnya aliran sungai, ada baiknya langsung dibersihkan," terangnya. Sedangkan untuk banjir bandang, adalah banjir yang terjadi karena intensitas hujan tinggi yang terjadi di hulu sungai yang bisa berdampak pada wilayah di bantaran sungai. Biasanya banjir bandang diawali dengan adanya suara gemuruh air yang mengalir. Dede mengaku sudah menyiapkan segala bentuk persiapan untuk mengantisipasi terjadinya bencana, mulai dari pembekalan kepada masyarakat sampai didirikannya pos terpadu bencana. "Karena kita ingin saat terjadi bencana, kita bisa bergerak cepat untuk langsung menanggulanginya," tandasnya. Terpisah, Camat Cijeruk Hadijana, mengatakan, pihak kecamatan sudah semaksimal mungkin untuk menanggulangi dan memitigasi bencana yang ada. Walaupun masih ada beberapa rumah yang berdiri di bantaran kali, dari segi infrastruktur untuk menjangkau sembilan desa yang ada di kecamatannya itu sudah baik. "Kita sudah menyiapkan jalan yang bisa dilalui tim penyelamat nanti jika bencana benar terjadi," pungkasnya.(cr2/c/els)