Senin, 22 Desember 2025

Karena Usaha Kecil Juga Bisa Bertaji

- Selasa, 24 Desember 2019 | 13:00 WIB

 METROPOLITAN - Salah satu adagium yang sering kali terbukti salah adalah: bigger is better. Ini terjadi pada banyak aspek kehidupan. Apa boleh buat, manusia seringkali terpukau pada sesuatu yang grande, besar. Bahwa yang megah adalah hal baik. Rumah besar dianggap lebih baik ketimbang rumah kecil. Mal besar kerap dianggap sebagai pertanda kemajuan ekonomi.
Tentu saja pendapat ini seringkali didebat, bahkan dalam bidang ekonomi sekalipun. Ekonom Inggris-Jerman, E.F Schumacher, pernah menulis buku penting berjudul Small is Beautiful: A Study of Economics As If People Mattered (1973). Menurut Schumacher, era modern juga membawa dampak negatif dalam bentuk obsesi terhadap apa yang dia sebut sebagai gigantisme. Semua harus besar, barang-barang diproduksi dalam jumlah banyak yang akan berujung pada dehumanisasi. Dengan skala gigantis ini, segala aspek kemanusiaan akan kalah oleh profit dan uang. Teori Schumacher sekarang terasa makin relevan di tengah gegap gempita perusahaan besar, dan memicu perlawanan-perlawanan kecil. Di sana-sini, terjadi banyak geliat dalam bisnis berskala lebih kecil: ekonomi kerakyatan. Makin banyak pengrajin yang berjejaring dengan pengrajin lain dan membentuk pasar sendiri yang loyal. Roti dan makanan artisanal makin dicari. Toko buku kecil dan berbasis komunitas tumbuh dan berdaya. Usaha-usaha kecil terus lahir dan amat terbantu oleh kemajuan digital. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Menurut laporan Kementerian Koperasi dan UKM RI pada 2018, usaha kecil dan menengah (UKM), memiliki pangsa sekitar 99,9 persen dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia. Jumlahnya ada sekitar 62,9 juta unit usaha. Menurut mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, UKM yang terus bergerak dan berkembang akan berdampak besar. “Kalau pertumbuhan ekonomi tumbuh hanya karena kelapa sawit, atau batu bara, maka pengentasan ketimpangan sosial tidak akan bergerak. Tapi kalau UKM yang bertumbuh, itu akan mengurangi kemisikan, ujar Kalla di acara penutupan Kongres Ekonomi Umat, 2017 silam. Apa yang dibilang Kalla benar belaka. Menurut laporan “Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah” (2015) yang dirilis oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia dan Bank Indonesia, UKM menyerap 97 persen tenaga kerja dari seluruh tenaga kerja nasional. UKM juga berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 57 persen. UKM juga terbukti sebagai usaha yang punya pijakan kokoh. Menurut LPPI dan Bank Indonesia, ketika terjadi krisis moneter 1998, juga krisis di 2008 dan 2009, sekitar 96 persen UKM tetap bertahan dari goncangan krisis. Bandingkan dengan usaha-usaha raksasa yang bertumbangan di sana-sini. UKM membuktikan bahwa usaha kecil juga bisa bertaji.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X