METROPOLITAN - JAKARTA Banjir yang menerjang ibu kota di awal 2020 berbuntut panjang. Warga yang jengah dengan masalah klasik tersebut akhirnya melakukan gugatan lewat class action. Menanggapi hal itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengaku tak ambil pusing. Sebab, bagi Pemprov DKI, menghadapi gugatan class action adalah hal lazim. "Kami sudah sering menangani beberapa masalah. Jadi (soal class action, red) biasa saja sih," kata Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhanah di Balai Kota Jakarta, Senin (13/1). Penegasan tersebut terkait penyerahan laporan gugatan kelompok terhadap Gubernur DKI Jakarta anies baswedan terkait banjir Tahun Baru 2020 kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini. Dalam menghadapi gugatan tersebut, Yayan mengaku sudah mempersiapkan tenaga hukum internal dengan opsi penggunaan tenaga ahli. "Kami sudah siapkan tim hukum dari dalam. Kalau memang perlu tenaga ahli, kita pakai tenaga ahli. Ahli apa yang kami perlukan nanti akan dipanggil," ujar Yayan. Pemanggilan tim ahli itu, jelas Yayan, tergantung substansi kebutuhannya yang disesuaikan dengan gugatan class action yang diajukan masyarakat. "Kalau kayak hukum acaranya, nanti kami sudah menguasai. Kalau ada substansi-substansi, kita lihat dulu gugatannya. Nanti akan dikaji. Mereka gugat apa, apa yang mereka ganti rugi, dasarnya apa, kerusakannya apa dan perlu ahli di bidang apa," ucap Yayan. Pemprov memang memiliki dana bila seandainya terjadi gugatan class action. Dana tersebut diambil dari Belanja Tidak Terduga di APBD DKI 2020 senilai Rp180 miliar. Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Edi Sumantri mengaku pihaknya telah mempersiapkan dana ganti rugi tersebut. Dana itu akan digunakan apabila dalam proses sidang gugatan class action kalah di pengadilan. "Dana ganti rugi yang disiapkan diambil dari Belanja Tidak Terduga sebesar Rp180 miliar," kata Edi.(re/feb/run)