Senin, 22 Desember 2025

Stok Cabai Jabodetabek Disuplai Bandung Barat

- Sabtu, 18 Januari 2020 | 11:37 WIB

METROPOLITAN - Sesuai dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kementerian Pertanian harus mampu memastikan ketersediaan dan menjamin pasokan bahan pangan bagi rakyat Indonesia, termasuk cabai. Ketersediaan cabai di Jabodetabek khususnya di Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Cibitung disuplai dari beberapa kabupaten sentra, salah satunya Bandung Barat. Kabupaten yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bandung ini merupakan sentra cabai merah keriting di Jawa Barat.

Kepala Seksi Prasarana dan Sarana Hortikultura Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bandung Barat Riyanto, menyampaikan bahwa berdasarkan data BPS, produksi cabai besar di Bandung Barat tahun 2018 mencapai 14 ribu ton, naik 82 persen dari tahun sebelumnya.

“Sentra cabai berada di Kecamatan Lembang, Parongpong, Cisarua, Saguling, dan Cililin. Berdasarkan luas tanam yang ada, perkiraan produksi cabai besar di Bandung Barat bulan Januari sebesar 280 ton, Februari 504 ton, dan Maret 552 ton. Harga di pasar saat ini merangkak naik di kisaran Rp50 ribu, tetapi prediksi kami harga akan turun lagi bulan Februari karena sudah banyak panen,” ungkap Riyanto.

Ketua Kelompoktani Panen Lestari di Desa Langensari, Kecamatan Lembang, Ajat mengatakan, kelompoknya memasok cabai merah keriting ke Pasar Induk Kramat Jati dan TTIC Pasar Minggu. Rata-rata pasokannya 1-2 ton setiap tiga hari sekali. Kelompoktani yang berdiri sejak tahun 2010 ini menanam cabai secara tumpang sari dengan tomat. Varietas cabai yang banyak ditanam adalah Serambi dengan produktivitas 0,5-0,8 kg per pohon atau 10 ton per hektare.

“Luas tanam cabai di Desa Langensari mencapai 50 hektare jika tanam serempak. Tapi biasanya petani menanam cabai tergantung ketersediaan modal. Biaya yang diperlukan cukup mahal, bisa mencapai Rp80 juta. Bahkan saat musim hujan lebih mahal lagi, bisa Rp100 juta. Kalau dihitung per kilo, biaya produksi Rp15-18 ribu. Jadi dengan harga jual saat ini Rp35 ribu di tingkat petani, kami bersyukur bisa dapat untung,” katanya.

Kepala Sub Direktorat Bawang Merah dan Sayuran Umbi, Dessi Rahmaniar, mendorong agar petani dalam kelompok tani binaan Ajat dapat melakukan pengaturan pola produksi. Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat telah menggagas kebijakan manajemen pola tanam untuk mengatur produksi per bulannya sesuai kebutuhan konsumsi langsung, horeka (Hotel, Restoran, dan Katering), warung, dan industri per bulan. Pengaturan pola produksi dimulai dari perencanaan tingkat pusat, dilanjutkan tingkat propinsi, kabupaten, Kecamatan, dan semestinya diterjemahkan sampai ke tingkat paling kecil.

“Kementerian Pertanian telah mengatur pola produksi sejak lima tahun yang lalu. Tetapi praktek di lapangan banyak faktor yang mempengaruhi, seperti lahan dan tenaga kerja. Pengaturan pola tanam di level paling kecil adalah di kelompok tani. Oleh karena itu, ketua kelompok harus mampu menggerakkan anggotanya agar mau mematuhi jadwal tanam yang telah ditentukan,” terang Dessi. (*/suf)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X