METROPOLITAN.id - Bencana banjir dan longsor di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor pada 1 Januari lalu memporak-porandakan sejumlah desa. Salah satu desa terdampak paling parah adalah Desa Pasirmadang. Hasil kajian menunjukkan desa tersebut tak layak menjadi tempat tinggal dan harus dikosongkan. Artinya, desa tersebut bakal tak berpenghuni. Kajian tersebut mengacu pada hasil laporan dan evaluasi pascabencana yang dilakukan Badan Informasi Geospasial (BIG). Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim pada BIG, Ferrari Pinem mengatakan, berdasarkan data kontur dan citra tiga dimensi, wilayah Desa Pasirmadang memiliki sejumlah perbukitan yang cukup curam. Morfologi di sekitar lokasi juga didominasi perbukitan bergelombang, berupa lereng terjal sampai sangat terjal. Bahkan pada beberapa tempat, kemiringan hampir mencapai tegak lurus. Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Bogor, lokasi gerakan tanah di wilayah ini termasuk dalam zona kerentanan gerakan tanah Menengah hingga Tinggi. Ferrari menjelaskan, setidaknya ada tiga kecamatan di Kabupaten Bogor yang terdampak bencana paling parah awal tahun lalu. Tiga kecamatan tersebut merupakan wilayah hulu dari beberapa daerah aliran sungai (DAS) yang ada di kaki Gunung Halimun dan memiliki karakteristik fisik geomorfologi, geologi, tanah dan morfologi yang hampir sama. "Di mana karakteristik fisik tersebut mengakibatkan wilayah itu memiliki potensi ancaman bahaya yang sama, dalam hal ini banjir bandang dan longsor," kata Ferrari, Minggu (2/2). Berdasarkan hasil pantauan yang dilakukan BIG, dari beberapa desa yang terdampak di tiga kecamatan tersebut, Desa Pasirmadang, Sukajaya merupakan yang terparah dari desa lainnya. "Dari total luas Desa Pasir Madang 1.719 hektar, 442,13 hektar diantaranya mengalami longsor. Artinya hampir seperempat total luasan dari Desa Pasir Madang alami longsor. Ini menandakan betapa masifnya kejadian longsor yang terjadi di daerah tersebut," tegasnya. Dengan kondisi tersebut, penduduk Desa Pasirmadang harus direlokasi. Desa tersebut tak layak huni mengingat potensi bencana yang sama dapat terjadi kembali. Ditambah, secara ekologis, wilayah ini merupakan bagian hulu dari suatu sistem DAS, yang harusnya berperan sebagai daerah resapan air. "Oleh sebab itu perlu dicarikan opsi wilayah yang memadai dan aman untuk memindahkan penduduk setempat, meskipun hal ini tidak akan mudah. Perlu sosialisasi dan pendekatan ke masyarakat setempat yang menjadi korban bencana," tandas Ferrari. (ogi/b/fin)