METROPOLITAN.id - Sejumlah sanksi yang diterapkan bagi warga yang tak mengenakan masker belakangan ini menuai kontroversi. Musababnya, sanksi yang diberikan cenderung di luar aturan yang sudah ditetapkan.
Sanksi kontroversial yang belakangan mencuat di antaranya memasukan pelanggar ke dalam peti mati. Di Kabupaten Bogor, sanksi dengan model serupa juga diterapkan.
Di Parung, pelanggar masker dimasukan dalam mobil ambulans yang berisi keranda mayat. Mereka lalu diminta merenung selama beberapa menit di dalamnya.
Terbaru, Satpol PP Kabupaten Bogor menggelar razia penggunaan masker di area stadion Pakansari, Minggu (6/9). Para pelanggar ditandu ke area pemakaman dengan petugas berhazmat layaknya jenazah sungguhan.
-
Psikolog dari Universita Pancasila, Aully Grashinta menilai pro dan kontra soal pemberlakuan sanksi tersebut sangatlah wajar terjadi. Sebab hal tersebut menimbulkan multi tafsir di sejumlah kalangan.
"Wajar saja kalau jadi perbincangan, kan sanksinya juga begitu," ujar Aully saat dihubungi, Minggu (6/9).
Menurutnya, secara umum setiap pelanggar memang layak diberikan sanksi. Karena sebuah aturan tidak akan memiliki dampak apapun jika tak diberlakukan sanksi terhadap pelanggar.
Namun, Aully menegaskan bahwa sanksi yang diberikan harus relevan dengan pelanggarannya.
Memasukkan pelanggar masker ke dalam ambulance atau keranda jenazah dinilainya tidak memiliki efek edukasi kepada pelanggar.
Seharusnya, sanksi yang diberikan lebih menekankan kepada efek edukasi. Baik untuk pelanggar itu sendiri, maupun kepada masyarakat umum.
Aully menilai, sanksi tersebut lebih kepada menakut-nakuti tanpa ada edukasi. Menakut-nakuti soal kematian dinilai kurang tepat.
"Yang menakutkan itu sebenarnya bukan kematiannya, karena tingkat kematian covid-19 ini tidak terlalu tinggi, yang perlu diketahui adalah pasca positif covid-19 masyarakat harus menjalani prosedur yang sangat berat," tuturnya.
Ia juga meragukan sanksi semacam itu kecil kemungkinan bisa membuat masyarakat merenung dan sadar akan bahaya covid-19.
"Saat masyarakat masuk dalam mobil ambulan, atau keranda jenazah, mereka tidak mendapatkan edukasi dan tidak terlalu efektif juga," ungkap Aully.
Seharusnya, pemerintah mengajak masyarakat agar tahu tentang apa-apa yang terjadi pada pasien positif covid-19. Terlebih soal dampak yang ditimbulkan kepada orang-orang terdekat dari pasien positif covid-19.
"Mendapatkan perawatan di rumah sakit selama 14 hari, sanksi sosial masyarakat terhadap keluarga, entah itu omongan atau tindakan. Atau saat menjalani proses penyembuhan korban tidak boleh dijenguk, tidak boleh berinteraksi dengan siapapun. Edukasi ini yang sebenarnya harus ditonjolkan kepada masyarakat, bukan soal kematiannya," terangnya.
Bahkan, Aully menilai sanksi semacam ini terlalu mengada-ada. Ia melihat sanksi tersebut sama halnya memandang masyarakat layaknya balita dan anak-anak.
"Kalau seperti ini seolah-olah masyarakat kita itu seperti anak kecil yang polos. Sama halnya saat kita kecil dulu, ayo makan kalau tidak makan dimarahi satpam. Itu kan tidak ada kaitannya. lebih baik kita edukasi masyarakat lewat sanksi yang lebih manfaat dan berguna bagi masyarakat," pungkasnya. (ogi/c/fin)
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.
Terkini
Minggu, 21 Desember 2025 | 20:20 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 14:35 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 14:00 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 13:53 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 13:37 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 13:31 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 08:00 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 07:00 WIB
Minggu, 21 Desember 2025 | 06:15 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:22 WIB
Sabtu, 20 Desember 2025 | 11:05 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 20:03 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 15:28 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 15:10 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 14:29 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 14:21 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 14:18 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 13:43 WIB
Jumat, 19 Desember 2025 | 11:48 WIB