METROPOLITAN.id - Tiga ahli waris pemilik lahan di Kampung Parungbanteng, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, yang tanahnya terhalang dan terdampak proyek pintu Tol Jagorawi KM 42,5 Interchange, resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor. Dalam gugatan, Beberapa pihak yang digugat yakni Wali Kota Bogor Bima Arya, Sekretaris Daerah (Sekda) Ade Sarip Hidayat, Camat Bogor Timur, Lurah Katulampa, Kementerian PUPR, Jasa Marga, PT Gunung Swarna Abadi dan PT Bogor Raya. Sidang perdana gugatan mestinya diselenggarakan, Rabu (16/9). Namun, gagal digelar lantaran pihak tergugat yakni Pemkot Bogor tidak hadir dalam persidangan. Hanya ada pihak tergugat Kementerian PUPR yang hadir namun tidak menyertakan surat kuasa. Kuasa Hukum Warga, Dwi Arsywendo mengatakan, pokok permasalahan gugatan ini terkait pembangunan proyek pintu keluar jalan Tol Jagorawi KM 42,5 yang berada di depan akses menuju lahan milik warga. Alhasil berimbas pada lahan warga, yang kini dipagar beton dan tidak bisa diakses pemilik lahan. Sejak awal, kata dia, pihaknya melayangkan somasi dan upaya mediasi, namun tidak menemui titik temu. Bahkan saat pertemuan pertama, pihak-pihak terkait tidak pernah hadir. Setelah itu, mediasi kembali dilakukan di kantor kecamatan Bogor Timur pada Desember 2019, dimana pihak pengembang tidak hadir, termasuk Pemkot Bogor. Hingga melayangkan surat ke Pemkot Bogor tetapi belum ada respon dan jawaban apapun. "Akhirnya layangkan gugatan perbuatan melawan hukum terkait pemagaran lahan warga, dampak proyek Interchange pintu keluar Tol Jagorawi KM 42,5 itu," ujarnya. Ia juga mengungkapkan kekecewaannya karena dalam sidang perdana, pihak pihak tergugat tidak hadir. Padahal kasus ini sudah terjadi sejak setahun lalu dan Pemkot Bogor terkesan tidak ada itikad untuk menyelesaikan persoalan ini. Dwi pun berharap dengan adnya proses gugatan ini, sudah seharusnya semua pihak hadir untuk menyelesaikan permasalahan ini. Sidang direncanakan tiga minggu kedepan. "Untul mendapatkan kejelasan dan kepastian soal pemagaran yang dilakukan dan akses jalan menuju ke lahan itu. Kita berharap semua pihak hadir. Kalau memang tidak bersalah, kenapa harus tidak hadir dalam sidang," tegasnya. Terpisah, Kepala Bagian Hukum dan HAM Kota Bogor, Alma Wiranta mengatakan, perkara tersebut dalam kedudukan para pihak dinilai error in persona, karena salah menempatkan Pemkot Bogor sebagai tergugat. Menurut Alma, kesalahan ini karena proyek tersebut dikelola kementerian PUPR, meskipun lokasinya yang berada di Kota Bogor. Termasuk proses perizinan yang tidak pernah melalui Pemkot Bogor. Gugatan tersebut juga perlu diperjelas kerugian masyarakat pada pembatasan jalan akses ke tol atau jalan masyarakat yang ditutup tol. Hal ini pun sudah diperiksa di TKP bahwa akses masyarakat masih ada yang terletak di kebun singkong. Namun hal ini harus didalami lagi supaya kepentingan masyarakat dan kebutuhan pembangunan bisa sejalan. "Kami sudah melihat ke lokasi dan obyek yang diajukan gugatan. Itu merupakan kewenangan Kementrian PUPR dan bukan izin dari Pemkot Bogor. Saya akan terus mendalami kebenaran materielnya," jelas Alma. (dil/b/ryn)