Senin, 22 Desember 2025

Cerita TKSK Bojonggede, Bertahun-tahun Tangani ODGJ, Ada yang Putus Cinta Hingga Terlantar Kerena HIV

- Minggu, 11 Oktober 2020 | 11:19 WIB

METROPOLITAN.id - Hari Kesehatan Mental Dunia yang jatuh pada 10 Oktober  menjadi hari yang berkesan bagi Asep Suhana. Selama lebih dari 10 tahun, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Bojonggede ini bertugas membantu orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan orang terlantar. Banyak cerita yang terukir ketika Asep turun ke warga membantu para ODGJ. Ia menjelaskan, selama pandemi ini ada 20 ODGJ yang ditangani di wilayah Bojonggede. "Mereka ODGJ itu kebanyakan terlantar dan kita gak tahu asal-usulnya. Kalau seperti itu kita koordinasi dengan banyak pihak, dengan puskesmas, bhabinkamtibmas, babinsa, lalu dibawa ke RS Marzuki Mahdi atau kita bawa ke rumah singgah dulu di BKS (Balai Kesejahteraan Sosial,red) di Citeureup," katanya saat ditemui Metropolitan.id, Minggu (11/10). Selama ini ODGJ yang Asep tangani disebabkan karena faktor ekonomi dan putus cinta. Seperti yang dialami seorang warga Desa Kedung Waringin. Saat itu ia mendapat laporan dari puskesmas kalau ada warga di sana yang ODGJ. "Ada cewek, dia lulusan S1 dan kerjaannya sudah bagus. Dia depresi karena putus cinta. Jadi awalnya dia sudah mulai lupa kamarnya dimana, salah masuk kamar mandi, lalu nggak keluar-luar akhirnya gangguan jiwa. Kondisi kaya gitu udah berjalan 5 tahun," tutur Asep. Ada lagi cerita ketika dirinya menangani remaja berkebutuhan khusus yang dikurung selama 18 tahun di kamar. Ketika itu remaja tersebut sempat dibawa ke RS Marzuki Mahdi dan kondisinya sempat membaik. "Jadi bocah itu seperti hiperaktif, umur 10 tahun sudah mulai meresahkan, makanya dikurung oleh keluarga namun kondisinya memprihatinkan. Nahas pas dia sudah sembuh terus dibolehin keluar, dia malah meninggal tenggelam di danau," kata Asep. Tak jarang, Asep berhadapan dengan ODGJ yang mengamuk dan membawa senjata tajam. Namun dengan tenang ia bisa mengatasinya. Seperti saat mengevakuasi ODGJ yang mengamuk sambil membawa parang. Agar tak membahayakan, ia sempat memukul parang di tangan ODGJ tersebut hingga terjatuh lalu diamankan ke mobil ambulans. "Pas di mobil dia tenang, cuma pas dicek ternyata masih ada pisau di celananya. Orang-orang bilang dia memang suka ngarit rumput," ucapnya. Ada lagi cerita yang cukup membuatnya miris, yakni ketika menangani orang terlantar yang kondisinya sudah memburuk di sebuah desa di Bojonggede. Awalnya ia mendapat kabar dari Puskesmas kalau ada orang terlantar yang sudah kritis. "Saat dikasih tahu orang puskesmas ternyata dia HIV, dan gak diurus sama keluarga. Saat Itu saya merasa miris," terangnya. Meski banyak cerita duka, Asep bangga dengan pekerjaannya sebagai TKSK ini. Sebab ia bisa membantu orang yang belum tentu mau dikerjakan oleh orang lain. Selain itu, jaringan pertemanannya pun menjadi luas seiring berjalannya waktu. Sebab selama ini ia kerap bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sebab, selain membantu ODGJ dan orang terlantar, Asep juga bertugas mendata orang-orang yang tidak mampu di Kecamatan Bojonggede. Dirinya bertugas memvalidasi dan verifikasi data warga miskin dan berhak mendapatkan bantuan. Apalagi di tengah pandemi ini, banyak program bantuan dari pemerintah pusat, provinsi hingga daerah yang dilakukan. Sehingga ia bertugas untuk mengawal agar bantuan-bantuan tersebut sampai tepat sasaran ke orang yang membutuhkan. Bagi Asep, membantu orang lain adalah sudah menjadi jalan hidupnya. Semenjak lulus kuliah, ia sering turun di kegiatan sosial. "Dulu saya anak pecinta alam, lalu lulus sekolah gabung ke organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII), di situ banyak legistan sosial. Pertama kali saya turun ke lapangan saat 2007 ke bencana banjir di Jakarta," kata Asep. Ada satu cita-cita Asep yang belum terwujud, yakni ingin membuat rumah singgah bagi ODGJ dan orang-orang yang terlantar. Sebab selama ini ia kerap kesulitan bila mengurusi ODGJ atau oeang terlantar yang tak jelas asal-usulnya. "Yang paling mengesankan itu ketika susahnya menangani ODGJ. Apalagi dia terlantar. Kita gatau asalnya dari mana dan bingung mau dibawa kemana. Kita harus koordinasi dulu, sedangkan kita hanya ada rumah transit BKS di Citereup. Makanya saya punya cita-cita punya rumah singgah, jadi orang terlantar bisa tinggal disitu dulu sebelum dijemput keluarga," pungkasnya. (Cr3/c/fin)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X