Kalimat 'Bun, anaknya sudah mulai aktif ya' nampaknya sulit dikatakan untuk Haris, yang kini sudah menginjak usia delapan tahun. Bukan apa-apa, sejak lahir medio 2012 silam, warga Bogor itu hanya bisa terbaring diatas kasur karena mengidap penyakit Hidrosefalus. Laporan : Fadil Novianto Haris, merupakan anak keempat dari pasangan Asep Rohman (38) dan Agustinah (32) yang dilahirkan di RS Ciawi, Bogor. Proses kelahiran Haris tidak mudah. Asep, menceritakan bagaimana sulitnya ia mencari rumah sakit yang mau memproses persalinan istrinya yang harus menggunakan metode operasi sesar. "Dulu pas mau lahiran istri, kondisi bayi katanya sungsang. Jadi harus sesar. Saya lari ke RS Karya Bakti (kini RSUD Kota Bogor, red), ke RSUD Cibinong dan beberapa RS lain semuanya nolak. Ada RS swasta yang mau nampung, tapi kita tidak punya biaya saat itu," kata Asep. Mendapatkan kabar dari kawan bahwa RSUD Ciawi mampu menampung pasien dengan kondisi yang diderita oleh sang isteri, Asep pun langsung membawa sang isteri ke RSUD Ciawi. Proses administrasi yang harus dijalani pun membuat Asep harus banyak mengelus dada. Sebab saat itu ia hanya seorang buruh yang berharap mendapatkan perawatan maksimal dengan bermodalkan kartu Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) Proses persalinan pun bisa berjalan, setelah delapan jam Asep berdiri didepan loket administrasi RSUD Ciawi. Tidak membutuhkan waktu lama, hingga Asep bisa mendengar suara tangis bayi dari dalam ruang operasi. Semua berjalan lancar. Hanya saja, tiba-tiba dokter mendiagnosa kalau anak keempatnya itu mengalami gangguan pada cairan dikepalanya. "Selesai operasi, dokter kasih kabar kalau anak saya mengalami gangguan cairan pada otak dan diagnosa mengidap Hidrosefalus," ujar Asep yang terduduk ditengah ruangan rumahnya yang berukuran tiga kali dua meter. *** Dari balik kain yang tergantung melintang memisahkan antara kamar dan ruang tengah rumah, suara tangis Haris terdengar ketika Asep tengah menceritakan masa-masa ia masih berjuang menyembuhkan penyakit langka yang diidap oleh anak kesayangannya itu. Dua bulan pasca haris lahir kedunia, Asep berjibaku,banting tulang untuk mengumpulkan biaya berobat anaknya. Jamkesmas yang ia miliki tidak bisa mengcover pengobatan anaknya yang memakan biaya mencapai Rp6 juta, hanya untuk memasangkan selang ke hidung anaknya. "Karena tidak semua gratis, jadi saya coba cari cara untuk berobat anak. Untuk pasang selang yang murah Rp3 juta dan yang bagus Rp6 juta dan obatnya tidak dijaminkan melalui Jamkesmas. Jadi ya setelah mengetahui kondisi diri dan keluarga begini, ya kita mundur," kata Asep. Sebuah botol kecil seukuran obat tetes mata yang berada di meja TV diambil oleh Asep. Botol berwarna putih bertuliskan 'propolis' itu menjadi satu-satunya obat yang ia berikan kepada Haris sejak delapan tahun silam. Ia menggunakan obat itu dengan cara meneteskannya kedalam mulut Haris setiap anaknya selesai makan bubur. "Pakai obat ini atas saran keluarga aja, katanya bisa nyembuhin semua penyakit," kata Asep. Disebuah rumah berukuran sepuluh kali lima meter, yang berada di lembah dekat anak sungai Ciliwung, tepatnya di RT 01/13 Kelurahan Kedungbadak, Kecamatan Tanahsareal, yang tak jauh dari Jalan Tol Bogor Outer Ring Road (BORR), Asep hanya menunggu keajaiban datang agar bisa membawa anaknya berobat. *** Harapan ayah dari lima orang anak itu pun dijawab Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui program Jabar Bergerak Kota Bogor yang kini tengah melakukan penggalangan dana untuk pengobatan Haris. Asep pun menuturkan kalau anaknya saat ini sangat membutuhkan popok, susu dan bubur bayi. "Kalau paling butuh sih popok ya, karena kan Haris gabisa buang air sebagaimana anak-anak lainnya. Sama susu sih. Kalau makanan, paling bubur aja," ujar Asep. Ia pun berharap adanya uluran tangan dari para dermawan bisa merubah tangis Haris yang selama delapan tahun ia dengar menjadi tawa riang anak-anak pada umumnya. (dil/c/ryn)