METROPOLITAN.id - Terkuaknya temuan siswa asal Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, yang ijazahnya ditahan oleh sekolah karena tidak mampu membayar uang tebusan dan terancam tidak bisa ikut ujian, menuai reaksi banyak pihak. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor, Fahrudin pun mengaku tak akan tinggal diam. Pihaknya akan segera menyelesaikan persoalan ini dengan menyambangi SMP Al Mustarih, sekolah yang diduga menahan ijazah siswa tersebut, pada hari ini (17/12). Tak hanya itu, Ia juga menegaskan jika program penebusan ijazah atau Bantuan Sosial Tidak Terencana (BSTT) akan diberikan kepada anak dari Dodi Rachmadi itu, agar bisa melanjutkan pendidikannya dan lulus tingkat SMK. "Kita akan datangi besok (hari ini, red) sekolahnya dan menyelesaikan ini semua. Ini akan menjadi atensi kami," ujar pria yang akrab disapa Fahmi itu. Lebih lanjut, Fahmi berharap meski anggaran program BSTT ini terbatas, yakni hanya Rp2 miliar, ia etap akan memperjuangkan agar anak dari Dodi untuk bisa mendapatkan ijazahnya. "Program penebusan ijazah ini kuota terbatas, terus peminatnya banyak karena anggaran cuma Rp2 miliar. Kita harus bantu orang yang tidak mampu ini karena kita juga punya program buat mereka yang tidak mampu," tukasnya. Fahmi juga sangat menyayangkan sikap sekolah yang tidak mau membantu siswa yang tergolong miskin. Padahal SMP Al Mustarih adalah salah satu sekolah yang menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan BSM. Tak hanya itu, sepengatahuan Fahmi, keluarga Dodi merupakan keluarga tidak mampu yang memiliki (Surat Keterangan Tidak Mampu) SKTM. "(Sekolah) swasta itu kan juga dapat BOS, bahkan BSM juga ada. Makanya kita mau cek besok ada apa ini. Sebab kalau dari panduan siswa miskin dia harusnya bisa menebus," tandasnya. Sebelumnya, Dodi Rachmadi (53), seorang warga Kelurahan Pasirjaya, kini hanya bisa gigit jari. Sebab, ijazah sang anak yang kini sudah duduk di kursi kelas 12 SMK Bina Sejahtera itu hingga saat ini masih belum bisa dimiliki hingga saat ini. Penyebabnya, masih tertahan di SMP Al Mustarih, yang dulu menjadi sekolah sang anak. “Karena ini menjadi persyaratan ujian akhir, saya minta fotokopi ijazah yang di legalisir ke pihak sekolah. Tapi tidak diberikan karena saya tidak mampu membayar uang penebusan sebesar Rp1,1 juta,” kata Dodi kepada Metropolitan.id, Rabu (16/12). Bekerja sebagai pekerja serabutan, Dodi mengaku hanya memiliki pendapatan sebesar Rp80 ribu per bulan. Meski sudah diberikan keringanan, dimana pihak sekolah mengizinkan Dodi untuk membayar Rp500 ribu agar bisa mendapatkan nomor ijazah sang anak. Dodi mengaku tidak memiliki uang untuk menebusnya. “Saya cuma punya Rp300 ribu. Saya bawa uang itu ke sekolah, tapi tetap harus Rp500 ribu, biar bisa dapat nomor ijazah doang. Saya juga bingung sekarang bagaimana, soalnya syarat terakhir dari pihak SMK tanggal 18 Desember harus sudah ada ijazahnya,” ungkap Dodi. Metropolitan.id pun mencoba mengkonfirmasi kepada pihak SMP Al Mustarih. Namun ketika tim Metropolitan.id datang sekitar pukul 13:30 WIB, pihak sekolah enggan memberikan komentar. Pihak sekolah yang diwakili oleh Kepala Sekolah SMP Al Mustarih, Dian Pintaningdyah, yang didampingi oleh seorang pria, enggan berkomentar saat wartawan Metropolitan.id menyodorkan pertanyaan sambil menyalakan rekaman di ponsel. Tak hanya sampai disitu, pihak sekolah juga melakukan dugaan intimidasi kepada seorang fotografer Metropolitan.id yang sedang mengambil gambar diluar sekolah. Bahkan foto yang sudah diambil oleh fotografer Metropolitan.id juga diminta dihapus oleh pihak sekolah.(dil/c/ryn)