METROPOLITAN - Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Bekasi resmi menjatuhkan vonis bagi terdakwa kasus mutilasi di Kota Bekasi. Terdakwa kasus berinisial AYJ (17) menerima hukuman tujuh tahun penjara. Ia dijerat pasal berlapis yakni Pasal 340 tentang pembunuhan berencana, 338 tentang pembunuhan murni dan 365 tentang pencurian dengan kekerasan. “Sudah (sidang) putusan, hukuman pidana tujuh tahun penjara,” kata Kuasa Hukum AYJ, Maryati, kemarin. Sebelumnya, pria yang bekerja sebagai ‘manusia silver’ ini didakwa dengan ancaman 10 tahun penjara. Putusan sidang menjadi lebih ringan, mengingat usianya masih di bawah umur. Ia pun ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) kelas 1A Jawa Barat di Bandung. AYJ merupakan tersangka pembunuhan terhadap seorang pria bernama Donny Saputra (24) yang jasadnya dimutilasi menjadi lima bagian. Potongan mayat yang dimutilasi ditemukan di dua lokasi terpisah di Jalan KH Noer Ali Kalimalang dan Jalan Gunung Gede Raya, Kecamatan Kayuringin, Kota Bekasi. Tak butuh waktu lama, polisi akhirnya meringkus AYJ di rental PlayStation daerah Kranji, Bekasi Barat, Kota Bekasi, Rabu (9/12). Setelah diselidiki, pelaku diduga korban kekerasan seksual. AYJ kesal dengan korban lantaran kerap memaksa untuk berhubungan sesama jenis. Sementara itu, keluarga korban mutilasi menerima keputusan majelis hakim. ”Terakhir sudah mengiklaskan, orang tuanya juga sudah ikhlas dan enggak mungkin bisa ngembaliin korban lagi,” tutur Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi, Aris Setiawan. Meski awalnya keluarga korban berharap AYJ dihukum berat hingga hukuman mati, mereka menerima ikhlas keputusan majelis hakim. ”Seperti biasa pada umumnya, memang keluarga korban sangat kehilangan dan ingin tuntutan maksimal sampai hukuman mati, kekecewaan pasti ada,” ujarnya. ”Tapi Insya Allah, meski dengan segala pertimbangan dan catatan, tapi sifatnya mereka menerima karena sudah berketetapan hukum,” sambung Aris. Aris yang selalu mendampingi pelaku mutilasi AYJ menambahkan, dipercepatnya proses persidangan hanya 9 hari karena AYJ memerlukan pendampingan psikologis. Hal itu untuk mengantisipasi perburukan mental AYJ jika proses persidangan terlalu lama. Selain itu, pelaku mutilasi dikhawatirkan akan menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak lain jika ditempatkan di lapas reguler. ”Karena dalam beberapa kasus kalau tidak segera dilakukan rehabilitasi, dikhawatirkan anak ini mentalnya malah rusak di penjara.” ”Khawatirnya nanti ketika dia keluar, malah jadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak,” kata Aris. (rep/wk/els/py)