Senin, 22 Desember 2025

Pakar Kebijakan Publik: BPJS Ketenagakerjaan Tidak Bisa Disamakan dengan Jiwasraya

- Kamis, 4 Februari 2021 | 19:56 WIB
Chazali Situmorang
Chazali Situmorang

METROPOLITAN.ID  – Kinerja BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) tengah mendapatkan sorotan dari berbagai pihak terlebih ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melakukan penyidikan awal terhadap BPJAMSOSTEK. Pengamat Kebijakan Publik Chazali Situmorang angkat bicara. Chazali mengungkapkan, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai kasus yang menimpa BPJAMSOSTEK dan masih debatebel. “Begini, sampai hari ini Kejaksaan Agung (Kejagung) RI meminta Badan Pengawas Keuangan (BPK) menghitung kerugian, tapi sampai sekarang tidak keluar. Namanya saham itu naik turun, apalagi dalam suasana Pandemi Covid-19,” tegasnya.     Chazali bahkan menegaskan, unrealized loss tidak bisa disebut sebuah kerugian karena saham terus bergerak. Kalau ekonomi membaik, bisa jadi saham itu naik. Karena saham yang dibeli BPJAMSOSTEK juga merupakan saham blue chip yang diawasi langsung Bursa Efek Indonesia (BEI) dan lain sebagainya. Artinya, masih kata dia, sangat berbeda dengan kasus yang terjadi pada Jiwasraya. “Kalau yang terjadi di Jiwasraya, jual beli saham itu ada. Saham dinaikan, kemudian diturunkan dan dibeli. Ada tukar menukar. Kecuali, ada hadiah yang diberikan vendor-vendor yang sahamnya dibeli, tapi ini belum terbukti kebenarannya dan ini menjadi persoalan lain,” katanya.     Sampai hari ini, dirinya memantau kejelasan hukum yang menjerat BPJAMSOSTEK belum terang benderang. Justru, BPJAMSOSTEK mengaku mengalami surplus alias untung di tahun 2020. Sehingga, ada kewajiban pembayaran klaim itu tidak terganggu. “Pandangan saya terhadap kinerja BPJASMSOSTEK standar saja. Sampai sekarang penyidikan yang dilakukan Kejagung juga belum tegas kemana arahnya. Kalau melihat begitu intensya pihak Kejagung memanggil personal yang ada di BPJAMSOSTEK. Jelas ini kaitannya di wilayah investasi. Saham investasi yang mengalami penurunan, jelas tidak bisa dipidanakan. Kalau penurunan saham dipidanakan, maka lembaga-lembaga yang lain ambruk semua dong. Bisa tutup itu bursa saham. Mana bisa kebijakan dipidanakan. Jangankan BPJAMSOSTEK, ekonomi negara ini saja mengalam minus hingga 2,3 persen karena Covid-19.  Yang bisa dipidanakan itu, jika ada aliran dana ke personal. Tidak fair jika karena kebijakan kemudian dipidanakan,” imbuh dia.     Tak hanya itu, dirinya juga menerangkan, menurut undang-undang, BPJAMSOSTEK mengharuskan banyak bergerak di investasi. Karena, dana pekerja harus dikembangkan. Jika BPJAMSOSTEK tidak melakukan investasi, itu justru melanggar undang-undang. “Nah, undang-undang juga mengatur BPJAMSOSTEK harus melakukan investasi yang prudent alias hati-hati. Disinilah aturan pemerintah bekerja, maka ada pantauan langsung dari Kementerian Keuangan RI. Karena kalau dana itu tidak dikembangkan, maka tidak akan cukup uang itu untuk menanggung dana pensiun peserta, kalau mengandalkan iuran dana peserta yang tidak dikembangkan. Pengembangan itu juga dimanfaatkan untuk kepentingan peserta BPJAMSOSTEK,” terangnya lagi.     Lebih jauh, pengamat kondang tersebut menuturkan, posisi hukum BPJAMSOSTEK tidak bisa disamakan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan PT yang mencari untung, dari keuntungan tersebut bisa ternilai kinerja sebuah perusahaan negara, meskipun ceruk pasarnya di bidang asuransi, seperti PT Taspen, Asabri dan Jiwasraya. “Tentu mereka punya wewenang dan tanggung jawab untuk mengembangkan usaha, agar mendapatkan margin. Disitulah timbul masalah, kemudian merugikan perusahaan, karena ini milik BUMN maka akan menjadi kerugian negara. Kalau tidak diselesaikan maka akan mengganggu pembayaran pensiun seperti yang terjadi di PT Asabri,” tegasnya.     Sementara BPJS tidak bisa disamakan dengan PT, BPJAMSOSTEK memiliki dua payung hukum, tidak bisa disandarkan dengan undang – undang PT. Payung hukum tersebut, yakni sistem undang-undang jaminan sosial dan undang-undang badan pengelolaan yang dalam salah satu poinnya, BPJAMSOSTEK merupakan badan hukum publik, yang mana pemilihan direksinya pun tidak bisa dilakukan sembarangan. “Tidak ada wewenang pemerintah BUMN ataupun menteri manapun untuk mengajukan siapa yang akan menjadi direksi dan dewan pengawas BPJAMSOSTEK karena diatur undang-undang jaminan sosial serta Perpres 85 tahun 2015 yang mengharuskan ada panitia seleksi (pansel),” tandasnya. (suf)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X