METROPOLITAN - Polisi melimpahkan berkas kasus investasi paket kurban bodong ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur. Hingga kini polisi masih terus berkomunikasi dengan kejaksaan agar kekurangan berkas bisa segera dilengkapi dan masuk tahap dua. Kapolres Cianjur, AKBP Mochamad Rifai, mengatakan, selama ini polisi mengalami kendala lantaran pelaku yang tidak mau berterus terang saat dimintai keterangan. ”Pelaku masih banyak menyembunyikan keterangan, termasuk ke mana saja uang nasabah dialirkan,” ujarnya. Perkara tersebut sudah dilimpahkan ke Kejari Cianjur oleh polisi, beberapa hari lalu. ”Berkas sudah dikirim ke kejaksaan, tinggal menunggu petunjuk dari kejaksaan mana saja yang harus dilengkapi, sehingga bisa P-21 atau masuk tahap 2,” katanya. Rifai menjelaskan, penyidik masih terus menggali informasi aliran uang korban yang ada pada tersangka. ”Kita akan mencari terus dana ini digunakan apa saja oleh pelaku. Termasuk mencari lagi aset-asetnya. Terakhir kita dapat tambahan empat surat kepemilikan tanah serta beberapa unit kendaraan” ujar Rifai. ”Rencananya kami juga segera membuka brankas milik tersangka yang diduga tersimpan uang dari para korban,” sambungnya. Sekadar diketahui, kasus penipuan dengan modus paket murah mencuat pada pertengahan 2020. Terungkap ribuan orang menjadi korban. Bukan hanya dari Cianjur, korban juga banyak dari Sukabumi, Bogor hingga Kabupaten Bandung Barat. Para korban tergiur janji manis pelaku yang menawarkan paket kurban dengan iuran bulanan yang murah. Pasalnya hanya dengan membayar iuran Rp15 ribu per bulan selama 10 bulan, peserta diiming-imingi mendapatkan kambing. Sedangkan untuk paket kurban sapi, peserta cukup membayar iuran Rp50 ribu per bulan selama 10 bulan. Sayangnya, paket tersebut tak kunjung datang. Sehingga ratusan korban menggeruduk rumah mewah milik Big Boss paket bodong di Desa Limbangansari, Kabupaten Cianjur. Akhir 2020, Polres Cianjur menetapkan HA sebagai tersangka kasus dugaan penipuan berkedok paket kurban. HA terancam tiga pasal, yakni 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan serta penipuan. Selain itu, Pasal 46 Undang-undang Perbankan karena menghimpun dana tanpa izin dari pemerintah. (dtk/els/ py