DIPERTANYAKAN: Bangunan-Bangunan di Kampung Maghfirah tempat berdirinya STIPI Maghfirah tepatnya di Kampung Citaman Desa Tangkil Kecamatan Caringin yang diduga tidak berizin karena berada diatas lahan garapan. Foto : Nirwansyah/Metropolitan METROPOLITAN.ID - Direktur Rumpun Hijau Institute, Sunyoto, mempertanyakan legalitas perizinan puluhan bangunan di Kampung Maghfirah yang berdiri Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan Islam (STIPI) Maghfirah tepatnya di Kampung Citaman, RT01/RW01, Desa Tangkil, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Pasalnya, bangunan-bangunan tersebut diduga berada diatas lahan garapan. " Perizinan sejumlah bangunan di Kampung Maghfirah harus dipertanyakan, karena lokasi tersebut berstatus lahan garapan sehingga tidak dimungkinkan dikeluarkan perizinan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor," ujar Sunyoto, Jumat (12/03/2021). Beroperasinya STIPI Magfirah yang diduga berada diatas lahan garapan, tambah dia, harus menjadi perhatian serius Pemkab Bogor dalam menegakan aturan, apalagi bangunannya difungsikan untuk pendidikan formal setingkat perguruan tinggi. Disisi lain, kata aktivis lingkungan itu lagi, puluhan bangunan permanen di area tersebut dianggap menghilangkan fungsi resapan air. " Lokasi lahan disana tebingan dan berfungsi sebagai resapan air. Dengan adanya bangunan permanen jelas mengancam fungsi lahan, jadi harus ada tindakan pemerintah," imbuhnya. Senada dilontarkan, Ketua Pemerhati Pembangunan dan Lingkungan Hidup Indonesia (PPLHI) Muhamad Nurman, menurut dia setiap mendirikan bangunan dan atau bangunan-bangunan baik perorangan atau badan wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan pemerintah daerah dalam hal ini Pemkab Bogor sebagai mana tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 23 tahun 2000. " Siapapun itu harus patuh terhadap peraturan daerah kaitan dengan perizinan bangunan, yang saat ini berubah nama menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 tahun 2021," ungkapnya. Lebih lanjut ia mengatakan, baik IMB atau PBG sebagaimana aturan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat, tidak dimungkinkan keluar terhadap bangunan yang berada diatas lahan garapan. Artinya, tidak ada alasan bagi pemerintah daerah berdiam diri atas persoalan kampung Maghfirah. " Aturan harus ditegakan tanpa pandang bulu, meskipun itu untuk sarana pendidikan tingkat perguruan tinggi. Selain perizinan bangunan, bagaimana status akreditasi STIPI Maghfirah," kata Nurman. Pengelola Kampung Maghfirah, Ahmad Hatta, mengakui jika persoalan yang dihadapi pihaknya adalah masalah status lahan garapan dan sempat mendapatkan surat teguran dari Satpol PP Kabupaten Bogor. Dan kaitan akreditasi, kata Hatta, sedang berproses di kanwil Jawa Barat sebagai sekolah unggulan. " Memang masalah disini adalah kaitan lahan yang berstatus garapan, jadi kami tidak bisa menproses perizinan bangunan tetapi langkah lain terus kami tempuh," jelasnya. Ia memaparkan, STIPI Maghfirah beroperasi semenjak tahun 2015 dan sedikitnya ada 250 mahasiswa dari beberapa provinsi di Indonesia. Kampus ini, tempat pengkaderan calon guru yang mana seleksi yang diterapkan bagi calon mahasiswa sangat ketat. " Kampus ini asal muasalnya terbentuk dari gagasan alumni jemaah haji Magfirah Travel," pungkasnya. (wan/b/suf)