METROPOLITAN.id - Pengaduan soal dugaan pemotongan bantuan sosial (bansos) tunai atau BST di Desa Klapanunggal, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor terus bertambah. Warga meminta ada tindak lanjut segera agar kasus ini terang benderang.
Salah seorang warga, Herny Kusumawati ikut mengeluhkan dugaan pemotongan BST tersebut. Ia menceritakan, seharusnya saat itu ia dan warga lainnya menerima BST sebesar Rp600 ribu. Jumlag tersebut merupakan BST untuk Maret dan April yang dicairkan sekaligus.
Saat itu, Minggu (18/4), ia mendatangi gedung SMP Negeri 1 Klapanunggal untuk mencairkan BST. Di lantai 2 sekolah, petugas Kantor Pos memberikannya uang sebesar Rp600 ribu, sesuai dengan jumlah semestinya.
Namun setelah turun, ia dan warga lainnya digiring masuk ke dalam salah satu ruangan. Di sana, uang yang diterimanya utuh diminta setengahnya atau Rp300 ribu. Mereka yang meminta uang tersebut mengaku pemotongan itu untuk dialihkan ke warga yang tidak mendapat bantuan.
"Siniin bu Rp300 ribu. Ini untuk yang lain. Dialihkan buat yang lain," ujar Herny menirukan penjelasan yang ia terima, Minggu (25/4).
Ia marasa kaget dengan situasi saat itu. Secara tiba-tiba, tampa ada musyawarah sebelumnya, ia langsung ditodong untuk menyumbangkan sebagian bantuannya. Karena tak tau harus apa, Herny menyerahkan uang Rp300 ribu miliknya.
"Kaget nggak ada pemberitahuan terlebih dulu. Kita ambil ke sana ke SMP (lokasi pencairan BST, dikasih dari kantor pos lalu turun ke bawah, kita disuruh masuk ke ruangan. Di situ kita disuruh, diminta Rp300 ribu. Ya udah saya kasih," tuturnya.
Menurutnya, pemotongan tersebut tak hanya dialaminya. Sepenglihatannya saat itu, hampir semua yang mendapat bantuan ikut masuk ke ruangan 'pemotongan'.
"Ibu ini, tetangga saya, karena kaget nggak ada pemberitahuan, sampai dikasihin R600 ribu. Dikasihin semua. Diambil 600 ribu sama petugas, tapi dipulangin lagi Rp300 ribu," kata Herny sambil menunjuk tetangganya.
Keesokanya, Senin (19/4), beberapa warga mendatangi Polres Bogor untuk mengadu soal persoalan tersebut. Ia sempat dituduh mengkoordinir warga untuk melapor. Padahal, ia tak pernah melakukan hal itu, justru banyak warga yang mengeluhkan hal serupa ke dirinya.
"Padahal masyarakat yang ngeluh ke saya. Gimana main potong-potong saja. Kalau yang ikhlas ya nggak apa-apa," terangnya.
Atas dasar itu, Herny berharap keluhan-keluhan warga tersebut dapat ditindaklanjuti segera.
"Justru itu, saya minta tolong Kapolres segera menindaklanjuti lah gimana baiknya biar ada titik temunya," harap Herny.
-
Sebelumnya diberitakan, puluhan warga yang didominasi emak-emak mendatangi Mako Polres Bogor, Senin (19/4). Kedatangan mereka untuk melaporkan dugaan pemotongan dana BST yang dilakukan oknum pihak desa.
“Hari ini ngelapor ke polres karena keberatan. Semuanya keberatan,” kata TH (62) didampingi puluhan ibu-ibu lainnya saat ditemui Metropolitan di depan pintu masuk Mako Polres Bogor, Senin (19/4).
Perempuan berhijab itu menjelaskan kasus dugaan pemotongan dana BST bermula saat ia bersama warga Desa Klapanunggal dijadwalkan menerima bantuan senilai Rp600 ribu yang diberikan pemerintah untuk periode Maret—April 2021.
Bantuan yang diakomodasi pihak pemerintah itu dilakukan di gedung SMPN 1 Klapanunggal, Minggu (18/4). “Penerimaan bantuannya di gedung atas. Setelah antre kita dikasih uang Rp600 ribu dari pihak Kantor Pos,” ujarnya.
Keanehan baru terasa saat ia bersama warga lainnya usai menerima bantuan BST dari Kantor Pos. “Begitu kami turun (setelah menerima bantuan, red), diarahkan ke ruangan. Lebih tepatnya digiring seperti bebek. Di dalam ruangannya ada hansip, staf desa sama RT-RT,” bebernya.
“Sampai di ruangan, saya nanya, ‘Ada apa?’ Sambil ditanya nama. Terus tiba-tiba saya diminta tanda tangan. Saya tanya, ‘Buat apa?’ Lalu katanya uang Rp600 ribu dialihkan Rp300 ribu. Di situ saya bertanya, ‘Kok bisa?’ Dijawab si orang itu, ya katanya sudah sepakat. Tapi tidak ada pemberitahuan awal,” terangnya.
Di situ, TH masih tidak menerima permintaan pengalihan dana BST tersebut. Apalagi alasan dialihkan atau dana dipotong untuk membantu warga yang belum pernah mendapatkan bantuan. Sementara TH memiliki dua anak yang sudah berkeluarga hingga kini belum menerima bantuan sama sekali.
“Saya jawab kembali, anak saya dua KK (Kepala Keluarga, red) belum pernah dapat satu kali pun (bantuan, red). Di jawab lagi sama pihak desa, ‘Kalau masalah itu, saya nggak ngerti bu sama RT-nya’. Nah, RT saya tanya, katanya belum ada data,” tuturnya.
Baca Juga DPRD Bogor Setuju Bansos Dilanjut, Tapi Bentuknya Uang, Pemkab Bogor Diminta Anggarkan
“Ya tidak terima. Seperti ada pemaksaan, mas. Karena kalau yang sudah-sudah, kami terima bansos langsung pulang. Kalau ini setelah kami dapat bansos, kami digiring suruh masuk ke satu ruangan,” jelasnya.
Setelah berdebat, lanjutnya, akhirnya ia bersama warga lain terpaksa menandatangani pengalihan bantuan itu yang disebut sudah disetujui semua pihak.
“Di situ kami tanda tangan, ada atas nama siapa nggak ngerti. Terus diminta uang Rp300 ribu. Semuanya dipotong rata Rp300 ribu. Kami nerima Rp600 ribu pas difoto sama orang Kantor Pos,” paparnya.
Akhirnya ia bersama puluhan warga lain melaporkan persoalan itu ke Polres Bogor. “Betul, baru dibuatkan format sama kanit polres-nya, tadi polres cuma ditanya ada apa ibu, pelaporan apa? Saya jawab, ‘Laporan pemotongan dana BST’,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Camat Klapanunggal Ahmad Kosasi mengaku sudah mengetahui adanya warga yang melaporkan persoalan itu ke pihak kepolisian. Bahkan, pihaknya langsung menggelar musyawarah dengan perangkat desa, baik RT maupun BPD.
Baca Juga Sylviana Diminta Keterangan Polisi soal Pengelolaan Dana Bansos Hari Jumat
”Iya betul, ini saya baru beres rapat. Terkait pencairan bansos memang caranya yang salah. Kalau tujuannya mah benar, membantu orang yang nggak kebagian,” kata Ahmad Kosasih kepada Metropolitan, Senin (19/4).
Berdasarkan hasil keterangan rapat, jelasnya, diketahui komunikasi awal terkait pemerataan dana bansos itu tidak sampai kepada warga. Meski ia meyakini tidak semua warganya melaporkan.
”Saya dapat info dari malam. Tadi pas rapat, katanya sudah disetujui. Tapi kok masih ada yang lapor. Ada juga yang ikhlas untuk diberikan ke warga lain yang kurang mampu,” ucapnya.
Disinggung mengenai pemotongan hingga senilai Rp300 ribu per orang, camat membantah hal tersebut. Sebab, informasi yang ia dapat, warga memberi tanpa paksaan.
“Ada yang Rp300, Rp200, dan Rp100 ribu. Juga ada yang ngasih seikhlasnya saja. Bahkan yang bersangkutan membuat surat pernyataan untuk diberikan kepada warga yang kurang mampu. Ada bukti dokumentasinya juga,” tandas Ahmad Kosasih. (fin)