METROPOLITAN.id - Di tengah pandemi, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. DPRD Kota Bogor menyoroti salah satu program dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, diantaranya pengadaan hingga pendistribusian alat kontrasepsi di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dalduk-KB). Program tersebut dilakukan di tengah kebijakan pembatasan ketat kegiatan masyarakat saat pandemi. Hal itu pun menimbulkan pertanyaan bagi Anggota DPRD Fraksi PPP Akhmad Saeful Bakhri, terkait selama Pandemi ini, berapa anggaran yang disediakan Dinas Dalduk KB untuk pengadaan alat kontrasepsi hingga pendistribusiannya. Mengingat kegiatan masyarakat dibatasi begitu ketat. "Dimasa pandemi ini bagaimana mekanisme distribusinya, untuk sasaran kelompok masyarakat apa saja dan di mana, karena pergerakan masyarakat di batasi," katanya kepada wartawan, Minggu (11/9). Ia juga mempertanyakan efektifitas pengadaan alat kontrasepsi. Sebab, prensentase angka kehamilan justru meningkat saat pandemi. "Ada keterangan logis untuk realisasi tersebut," katanya. Pria yang akrab disapa Gus M itu juga mengaku heran mengapa pengadaan alat kontrasepsi sejauh ini cenderung tak pernah dipublikasikan. Seperti berapa jumlah pengadaan kondomnya, bagaimana pembagiannya, kemana saja dan seperti apa sosialisasinya. "Kalaupun ada pembagian kontrasepsi untuk Pekerja Seks Komersial (PSK), memangnya Kota Bogor ada lokalisasi?" jelasnya. Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Dalduk KB Kota Bogor, Rakhmawati mengakui bahwa kebutuhan alat kontarasepsi di Kota Bogor semuanya dipenuhi dari BKKBN Pusat, melalui BKKBN Provinsi Jawa Barat. Alat kontrasepsi yang disediakan berupa IUD, implant, suntik, pil dan kondom. Sedangkan alat penunjang pelayanan KB berupa IUD kit dan implant, pengadaannya dilakukan DPPKB Kota Bogor dengan dana yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Kesehatan-Keluarga Berencana. "Jumlah pengadaan untuk tahun 2021 adalah 27 unit IUD kit dan 27 unit Implant kit dengan total anggaran Rp307,3 juta. Alat penunjang ini akan di alokasikan ke fasilitas kesehatan puskesmas yang melayani pelayanan KB," ujarnya. Namun program itu tidak ada di tahun. Sehingga hanya bersumber dari adi sekarang DAK anggaran pemerintah pusat. Itu pun tidak banyak, hanya 27 IUD dan 29 Implan dengan sasarannya diperuntukan bagi masyarakat yang tidak mampu. Jika diuangkan, kata dia, bantuan itu sekitar Rp400 juta. Dengan asumsi nilai karya implan dan IUD sama dengan harga satuan Rp17 juta. Ia juga menegaskan, untuk sosialisasi selama ini terus jalan dan yang mencari sasaran adalah kader. "Jadi kader yang membawa ke rumah sakit atau di pusat kesehatan masyarakat," ujarnya. Berdasarkan penelusuran, pembelian alat kontrasepsi tahun anggaran 2021 bersumber dari DAU, DAK fisik reguler Rp1,1 miliar. DAK fisik penugasan Rp318 juta dan saat ini sedang berproses serta harus selesai 31 agustus 2021. Sebab bila lewat, nantinya tidak dibayarkan pemerintah pusat. (ryn)