METROPOLITAN - SDN Kiara Payung di Kampung Kayuitem, Desa Kiarapayung, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, disegel pihak yang mengklaim ahli waris lahan. Para murid terpaksa tidak bisa masuk sekolah tersebut untuk mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Berdasarkan informasi, penyegelan lahan sekolah oleh yang mengklaim ahli waris itu karena Pemkab Tangerang belum membayar penggunaan hak tanah. Di depan area sekolah itu terlihat spanduk berisikan pemberitahuan dilarang melakukan kegiatan apa pun di atas tanah milik almarhum Miing Bin Rasiun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor: 1103/ Pdt.G/2019/PN.TNg, tertanggal 09 Juni 2020 dan Pengadilan Negeri Banten Nomor: 151/Pdt/2020/PT. Btn, Tanggal 15 Januari 2021 yang telah dikuasakan kepada Law Firm S A Tanjung dan Fahri. Salah seorang orang tua murid di SDN Kiara Payung, Marlina, mengaku kecewa lantaran anaknya tidak bisa mengikuti PTM pada hari pertama. Apalagi, sekolah dibuka setelah ada pelonggaran. ”Jadi belajar tertunda. Saat mau mulai PTM, kenapa begini?” kata Marlina kepada wartawan, kemarin. Marlina berharap penyelesaian ini segera dituntaskan Pemkab Tangerang dengan pihak yang mengklaim ahli waris lahan sekolah tersebut. Sebagai orang tua murid pasti kebingungan akan proses pembelajaran anaknya. ”Sudah mau mulai normal, keadaan sekolah disegel. Bingung saya sebagai orang tua murid. Harapannya pemerintah segera menyelesaikan masalah ini,” harapnya. Sementara itu, pihak yang mengaku ahli waris tanah, Muhidin, mengungkapkan, perkara ini sejak awal gugatan pada 2019 sampai putusan pengadilan pada 9 Juni 2020 telah dimenangkan ahli waris terkait hak atas lahan. Lahan yang menjadi sengketa itu seluas 3.000 meter yang dipakai sekolah. ”Selama ini belum ada upaya dari pemda (pemerintah daerah) setempat terkait upaya pemanggilan ke ahli waris terhadap putusan dari pengadilan,” katanya. Selain itu, saat ada pemberitahuan berupa plang tanda penyegelan ketika sidang perkara sedang berjalan pada 2020. Kendati begitu, pihak Pemkab Tangerang seenaknya melakukan renovasi besar-besaran terhadap gedung sekolah tersebut tanpa ada persetujuan ahli waris. ”Awal berjalannya sidang itu, kita melihat ada pembangunan gedung sekolah. Kita sempat tutup sementara. Tapi oleh pemda proses pembangunannya terus berjalan. Akhirnya kita mengalah, karena menurut kita persidangan masih berjalan dan diselesaikan menurut hukum,” jelasnya. Setelah sidang selesai dengan dimenangkan ahli waris, Muhidin mengatakan bahwa pihaknya dipanggil Pemkab Tangerang untuk dilakukan mediasi terkait perkara tersebut. (cn/tob/suf/py)