Minggu, 21 Desember 2025

Labuan Bajo (1), Sensasi Berlayar di Laut Lepas Menuju Hamparan Surga Kecil

- Senin, 24 Januari 2022 | 21:04 WIB
Kapal-kapal pinishi bersandar di antara teluk di Pulau Padar, Labuan Bajo, NTT. (Foto: Arifin/Metropolitan)
Kapal-kapal pinishi bersandar di antara teluk di Pulau Padar, Labuan Bajo, NTT. (Foto: Arifin/Metropolitan)

METROPOLITAN.id - Siapa tak penasaran dengan Labuan Bajo, hamparan surga kecil di perairan Barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Namanya harum dengan keindahan alamnya yang menakjubkan. Belakangan, wisata Labuan Bajo ngetren dan banyak yang memasukannya ke daftar wajib tempat yang harus dikunjungi untuk berlibur. Labuan Bajo terletak di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Saat ini, Labuan Bajo menjadi salah satu dari lima destinasi wisata Super Prioritas yang sedang dikembangkan di Indonesia. Tim Gerakan Anak Negeri (GAN) tak mau ketinggalan melihat eksotisme Labuan Bajo secara langsung. Pemimpin redaksi (Pemred), general manager (GM) hingga redaktur pelaksana (redpel) Radar Bogor Grup berkesampatan menjelajahi wilayah di Timur Indonesia itu selama empat hari sejak 14-17 Januari 2021 lewat ekspedisi bertajuk ‘Cerita Indonesia, Spirit of Labuan Bajo’. Tim yang tergabung dalam Foum Pemred Radar Bogor Grup ini bertolak dari Bandara Soekarno Hatta pukul 10.40 WIB. Ekspedisi ini tak hanya untuk melihat keindahan hamparan surga Labuan Bajo. Tim yang dipimpin langsung inisiator GAN sekaligus CEO Radar Bogor Grup, Hazairin Sitepu, punya misi mulia. Mereka bakal membuat konten kreatif, inspiratif dan positif seputar keindahan Labuan Bajo. Konten ini bakal mempertontonkan kekayaan Indonesia ke mata dunia sebagai upaya mendukung pengembangan ekonomi kreatif. Semua media yang tergabung dalam Radar Bogor Group, mulai dari Radar Bogor, Harian Metropolitan, Radar Depok, Radar Bandung, Radar Cianjur, Radar Sukabumi, Radar Bekasi, Radar Karawang, Pojok.Satu.id dan erbege.com bakal berlomba-lomba membuat konten ini, Konten tersebut bakal disebar di website, koran, media sosial seperti Instagram, Facebook, Youtube hingga Tiktok dengan pengikut yang mencapai puluhan juta. Sebagaimana diketahui, tahun 2021 telah ditetapkan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) sebagai Tahun Internasional Ekonomi Kreatif melalui Resolusi Umum PBB Nomor 74/198. Paling membanggakan, Indonesia memprakarsai resolusi PBB mengenai kemajuan ekonomi kreatif dunia tersebut. “Kami pun ikut berkolaborasi lewat Ekspedisi Gerakan Anak Negeri Episode Spirit of Labuan Bajo untuk pembutan konten kreatif, inspiratif dan positif seputar keindahan Labuan Bajo ke mata dunia untuk mendukung kemajuan ekonomi kreatif tersebut,” ujar Hazairin Sitepu. Setelah menempuh perjalanan udara sekira 2,5 jam, tim tiba di Bandara Internasional Komodo. Kedatangan tim disambut hangat warga yang akan memandu ekspedisi kedua GAN ini. Sebelumnya, di Ekspedisi Cerita Indoneisa pertama, GAN sukses menjelajahi Jawa-Bali melalui jalur darat sepanjang 5.000 kilometer untuk melihat dan turut serta memulihkan pariwisata usai dihantam pandemi lewat konten-konten yang dihasilkan. Tim GAN yang terdiri dari 20 orang, termasuk penulis, langsung dikalungi kain tenun khas saat keluar bandara. Pertanda selamat datang sebelum melanjutkan perjalanan menggunakan bus menuju Dermaga Labuan Bajo untuk memulai ekspedisi.
-
Kapal Layar Motor (KLM) Sipakatau Bulukumba yang membawa tim Ekspedisi Gerakan Anak Negeri mengarungi Labuan Bajo. (Foto: Arifin/Metropolitan) Sekoci kecil sudah menunggu kala tim tiba di dermaga. Dengan kapasitas delapan orang, kami secara bergantian diangkut ke kapal pinishi Sipakatau Bulukumba. Kapal layar motor (KLM) ini yang akan mengantarkan kami mengarungi lautan lepas selama tiga hari dua malam mengunjungi lokasi-lokasi wisata eksotis di Labuan Bajo. KLM Sipakatu termasuk kapal superior yang bisa menampung penumpang hingga 20 orang. Kapal ini memiliki tiga kabin berpendingin udara (AC) dengan kasur dua lantai di tiap kabinnya yang bisa diisi hingga 6 orang. Masing-masing kabin dilengkapi toilet. Tiap kasur juga dilengkapi bantal, guling, selimut hingga handuk. Kapal ini juga memiliki dua dek di bagian atas dan belakang yang sangat nyaman digunakan untuk bersantai. KLM Sipakatau turut dilengkapi satu restoran terbuka dan satu restoran tertutup untuk menikmati sajian dari koki andal yang siap memenuhi perut penumpangnya dengan menu-menu variatif selama perjalanan. Jangkar diangkat, perjalanan dimulai. Sesuai rencana, lokasi pertama yang dikunjungi adalah Pulau Kelor. Pulau sepi tak berpenghuni ini masyhur dengan keindahan alam yang menyejukan mata. Jaraknya hanya sekira 30 menit dari dermaga tempat kami memulai perjalanan. Pulau Kelor juga terkenal dengan kecantikan pantai dengan pasir lembutnya. Keindahan bawah lautnya turut menjadi daya tarik lantaran dihiasi terumbu karang cantik di bawah biru laut yang jernih. Sayangnya, cuaca kurang mendukung. Kami batal singgah di Pulau Kelor karena waktu yang juga sudah terlampau sore. Pulau Kalong menjadi opsi selanjutnya.
-
Inisiator Gerakan anak Negeri sekaligus CEO Radar Bogor Grup, Hazairin Sitepu, mengimami salat di atas KLM Sipakatau Bulukumba. (Foto: Arifin/Metropolitan) Seperti namanya, Pulau Kalong menjadi rumah bagi jutaan kelelawar atau kalong berukuran super besar. Mereka biasa menampakkan diri sore hari jelang malam. Saat-saat mereka keluar dari sarang adalah pemandangan yang diburu wisatawan. Namun, fenomena ini hanya bisa dinikmati dari atas kapal karena pulau tersebut tak berpenghuni. Kami sempat pesimis bisa melihat kawanan kelelawar keluar dari pulau lantaran cuaca tak kunjung membaik. Langit gelap diselimuti mendung sejak perjalanan dimulai. Hujan perlahan turun, disusul gelombang tinggi. Kapal terasa terombang-ambing. Kondisi ini cukup membuat cemas, -setidaknya untuk penulis-. Rasa takut bercampur mual menyerang. Pikiran-pikiran buruk sekelebat muncul. Maklum, saat itu kami berada di lautan lepas, jauh dari daratan. Butuh waktu cukup lama untuk meredakan panik. Syukur rasa mual berangsur hilang. Tubuh seperti berusaha keras beradaptasi dengan kondisi lautan yang penuh misteri. Baru saja sedikit tenang, kepanikan lain muncul. Kapal pinisshi yang bersandar tak jauh dari kami tiba-tiba mendekat tak wajar. Semakin mendekat di tengah angin kencang. Rupanya, kapal berkapasitas penumpang yang sama dengan kapal kami ini tersapu gelombang. Awak kapal kami yang mencium pertanda tak baik langsung ambil posisi siaga di tepian kapal. Benar saja, kapal semakin dekat hingga tak lagi berjarak. Kami yang saat itu sedang berkumpul di geladak depan kemudi menunggu kelelawar keluar sarang mekin cemas. Sementara teriakan-teriakan dari kedua awak kapal bersahutan. Saling memcari cara agar keduanya bisa menjauh. “Braak,” tabrakan tak terhindarkan. Pembatas geladak kami dihantam buritan kapal pinishi yang hilang kendali. Sisi-sisnya patah dan hancur, Sebagian dari kami hanya bisa melongo diselimuti was-was. Sebagian lainnya membantu awak kapal mendorong pinishi yang menabrak agar gesekan tak semakin parah. Insiden tersebut terjadi begitu cepat hingga akhirnya kedua kapal lembali berjarak. Di Labuan Bajo, kapal-kapal pinishi yang membawa wisatawan memang tak pernah bergerak sendiri. Selalu dipertemukan di teluk-teluk tempat tujuan saat bersandar. Usai waktu-waktu yang cukup mengaduk-aduk perasan, angan-angan indahnya sunset seperti yang banyak disebut orang-orang seketika terbenam dari bayangan. Mendung tak kunjung beranjak.
-
Awan mendung menyelimuti langit Labuan Bajo yang kemudian disusul gelombang tinggi. (Foto: Arifin/Metropolitan) Beruntung di tengan gundah gulana, kawanan kelelawar raksasa satu per satu muncul di udara. Pemadangan berubah menakjubkan ketika hewan nocturnal ini memenuhi langit di tengah hari yang mulai gelap. Atraksi ini menyihir kami yang hanya bisa berdecak kagum memandanginya dari atas kapal. Kemunculan mereka juga menjadi semacam obat penenang. Pertanda cuaca membaik setelah dihempas gelombang dan angin kencang yang juga membuat mereka enggan keluar sarang. Butuh waktu sekira 30 menit menyaksikan kawanan kelelawar ini terbang hingga tak lagi terjangkau pandangan. Menyisakan langit yang kembali sepi dengan gelapnya. Angin laut masih terasa, dinginnya menyentuh tulang. Kapal kembali dinyalakan, menyusuri lautan lepas di tengah gulita malam. Tujuan selanjutnya adalah Pulau Padar. Bagi yang tak terbiasa di atas kapal, mabuk laut menjadi tantangan tersendiri. Saat deru mesin kapal terdengar bersahutan dengan hempasan gelombang, seorang teman dari Radar Bandung, Azam Munawar, kembali menampakkan raut wajah gelisah. Lambat laun, guncangan yang semakin intens membuatnya mengangkat bendera putih. ia bangkit dari duduknya di dek kapal, tepat di sebalah saya, menuju kamar bermaksud untuk merebahkan badan menghilangkan mual. Bukannya tenang, di kamar Azam merasakan mualnya makin menjadi-jadi. Ia kembali duduk di dek depan sambil berpegangan erat, menjaga tubuh tak terpental mengikuti kapal yang terombang-ambing. Dari mukanya, terlihat ia berusaha keras menahan mual. Sementara gelas-gelas dan apapun yang ada di atas meja terlempar. Azam kembali masuk ke kamar. Bukan untuk rebahan, tapi ke kamar mandi. Suara orang muntah menyusul terdengar berkali-kali. “Mabuk laut, lagi”,  katanya. Dibalas tawa oleh kami yang memaklumi kondisi tersebut. Segera minyak angin dan obat anti mabuk datang. Saya sendiri sempat dihantam mual dan beranjak ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi dalam perut. Sayangnya sia-sia. Tak juga bisa muntah. Usai berhadapan dengan gelombang dan angin kencang, kapal tiba di teluk yang berada di sekitar Pulau Padar. Mesin dimatikan, jangkar kembali turun. Suara ombak setia menemani malam. Beberapa kapal pinishi lain melakukan hal sama, mengambil jarak agar tak bertabrakan. Malam pertama kami habiskan tidur di atas kapal, merebahkan tubuh di tengah lautan, mengistirahatkan hati dan pikiran dari kekhawatiran.
-
Kapal-kapal bersandar di antara teluk. Saat mengarungi Labuan Bajo, wisatawan bisa menikmati tinggal di atas kapal pinishi. (Foto: Arifin/Metropolitan) Ekspedisi ke Labuan Bajo bukanlah soal mengunjungi pulau-pulau cantik semata. Lebih dari itu, pengalaman berlayar di laut lepas menjadi hal yang tak ternilai harganya. Memberi sensasi liburan berbeda. Anda pasti merasakan sensasi tinggal di atas kapal, atau bahasa kerennya Live on Board, jika ingin berkeliling Labuan Bajo. Sebab, lokasi-lokasi serpihan surga kecil itu umumnya berada di pulau-pulau yang terhampar di lautan lepas. Anda membutuhkan waktu berhari-hari untuk dapat mengunjunginya satu per satu. Berpindah dari satu teluk ke teluk lain yang dekat dengan pulau tujuan. Mayoritas pulau tersebut tak berpenghuni. Wisatawan hanya bisa mengunjungi, tak untuk ditinggali atau bermalam di dalamnya. Misteri laut seperti angin kencang, gelombang tinggi, badai hingga cuaca ekstrim lainnya adalah bumbu perjalanan yang sewaktu-waktu bisa saja muncul. Selama perjalanan, cuaca itu nyaris kami rasakan setiap hari. Kadang bergidik ngeri, tapi ada sensasi menantang tak terkira. Di hari kedua, usai mengunjungi Pulau Padar dan Pink Beach, kami bertolak ke Taman Nasional Komodo dan Desa Komodo. Perjalanan siang hari terasa lebih menenangkan meski gelombang tinggi masih sering manampakkan diri. Beres dari sana, kami melanjutkan perjalanan sore hari menuju petang ke Pulau Kanawa yang terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya. Jaraknya sekitar 2,5 jam lebih dari Pulau Komodo. Perjalanan ke Pulau Kanawa juga cukup menantang. Bayangan diringi sunset saat perjalanan, gelombang tinggi malah kembali datang selama perjalanan. Nahkoda kapal akhirnya memutuskan bersandar di antara teluk di tengah perjalanan saat malam sudah menyelimuti. Rencananya, perjalanan dilanjut pagi hari karena kondisi yang tak memungkinkan; gelobang sedang tinggi-tingginya disertai kencang. Kapal masih tak mau diam saat jangkar sudah diturunkan. Gelombang terus menghantam kapal yang tak henti bergoyang ke kanan dan kiri, kembali mengocok perut kami, termasuk Azzam yang sedari awal perjalanan rutin mabuk laut. Saat kebanyakan dari kami asik berbincang di dek, kapal tetiba bergerak ekstrim, terhempas gelombang dan angin kencang. Awak kapal langsung berlarian mengecek sekeliling. Kapal rupanya nyaris karam. Karang-karang terlihat sangat dekat dari permukaan air laut yang jernih, menandakan kami berada di area dangkal. Kondisi yang sungguh tidak baik. Kami hanya bisa memandangi tanpa banyak melakukan apa-apa. Para awak kapal mulai sibuk mencari cara keluar dari situasi ini. Sekoci jadi harapan. Satu awak kapal turun dan menyalakannya. Mengambil posisi di sisi belakang kapal dengan bagian moncongnya didempetkan ke bagian kapal. Motor yang menggerakkan sekoci digas. Berusaha mendorong kapal agar menjauh dari tempat kami terhempas. Dalam kondisi ini, mesin kapal tak mungkin dinyalakan, areanya terlampau dangkal. Butuh usaha keras bagi sekoci untuk mendorong kapal yang ukurannya berkali-kali lipat besarnya. Mesinnya mraung-raung dalam gelap malam. Setelah berjibaku beberapa saat, kapal berhasil bergeser hingga mesin kapal aman dihidupkan. Beberapa kapal pinishi di sekeliling kami juga nyaris merasakan hal yang sama. Nahkoda memutuskan melanjutkan perjalanan dengan hati-hati. Kapal-kapal lain mengiyakan. Rupanya meraka saling berkoordinasi. Setiap perjalanan tak mungkin sendiri. Bergerak dan bersandar bersamaan, meski dengan jarak yang cukup lumayan.
-
Kapal yang mengangkut wisatawan saat berlayar menyusuri Labuan Bajo. (Arifin/Metropolitan) Seperti malam-malam sebelumnya, perjalanan di tengah gelombang tinggi adalah sesuatu yang cukup mengkhawatirkan. Nyaris dua jam berlalu, kapal akhirnya tiba di dekat Pulau Kanawa mendekati tengah malam. Perasaan syukur berkumandang dalam hati. Satu per satu dari kami perlahan masuk kamar, memilih tidur dan melupakan gelombang tinggi meski masih saja ia terus menghantam kapal kami. Malam berganti pagi. Saya, juga teman-teman lain, sudah berada di sisi kapal yang dilengkapi tangga untuk naik turun ke sekoci. Menunggu diangkut ke Pulau Kanawa sambil membawa alat senorkling. Waktu menunjukkan pukul 07.41 WITA. Sedikit mendung dengan gelombang yang masih cukup tinggi. Awak kapal yang mengemudikan sekoci sibuk mengatur naik turun gas mesin sekoci, menghindari menabrak gelombang. Sekoci kami terombang ambing berusaha mencapai dermaga, gelombangnya sangat terasa. Mengerikan membayangkan sekocil kecil berisi delapan orang ini terbalik dihempas gelombang.
-
Sekoci yang membawa kami bolak-balik menuju pulau tujuan selama di Labuan Bajo. (Foto: Arifin/Metropolitan) Cara awak kapal yang mengemudikan sekoci membuat sedikit lega. Ia nampak sudah piawai dengan kondisi lautan yang kerap berubah-ubah. Kami sampai dengan selamat setelah melalui detik-detik menegangkan. Pulau Kanawa menjadi lokasi terakhir ekspedisi kami mengarungi Labuan Bajo. Selesai menikmati indahnya alam bawah laut, kami kembali ke kapal saat matahari sedang terik-teriknya Makan siang sudah tersaji, salah satu menu yang menggoda adalah olahan ikan dengan aneka bumbu yang disajikan indah di atas kulit kol dengan piring besar. Ada belasan ikan dengan ukuran sedang yang dihidangkan. Ikan-ikan tersebut adalah hasil memancing Bang HS selama di kapal. Ya, bagi yang senang memancing, perjalanan laut di Labuan Bajo akan terasa makin menyenangkan. Biasanya kami makan sambil kapal bergerak mengarungi lautan. Tapi kali ini berbeda, awak kapal meminta kami menyudahi makan terlebih dulu sebelum mesin dinyalakan. Katanya gelombang semakin tinggi. Akan lebih baik jika kami menuntaskan makan daripada seisi meja berantakan karena gelombang bisa menerjang sewaktu-waktu. Perjalanan kembali ke Dermaga Labuan Bajo, tempat kami memulai perjalanan, membutuhkan waktu sekira tiga jam kurang. Tepat tengah hari nahkoda menyalakan mesin, memulai perjalanan pulang. Sejak awal keberangkatan gelombang tinggi sudah terasa, guncangan-guncangannya lebih intens dari biasa. Makin lama makin terasa. Kata pemandu wisata kami, Januari – Februari gelombang laut memang sedang tinggi-tingginya. Di dek katas kapal yang menghadap bagian depan, tingginya gelombang terlihat lebih nyata. Kita bisa melihat bagian depan kapal miring ke kanan dan ke kiri saat kapal membelah gelombang. Membuat kami harus berpegangan lebih erat.
-
Direktur pojokbogor.id Faturohman S Kanday melemparkan handuk ke GM Radar Bekasi Andi Ahmadi yang takut berjalan di dek karena kapal terombang-ambing gelombang. (Arifin/Metropolitan) Kang Andi Ahmadi, GM Radar Bekasi, merasakan betul ganasnya gelombang. Saat akan naik ke dek kapal bergabung dengan kami, kapal tiba-tiba limbung tak henti-hentinya. Pria asal Jasinga, Kabupaten Bogor ini menghentikan langkah, mengubah posisinya yang semula berdiri menjadi jongkok. Tangannya erat memegang tiang di ujung tangga. Jarak tempatnya berpegangan dengan kami tak jauh, hanya sekira tiga sampai empat meter. Kami saling berhadapan. Kapal terus terombang-ambing, membuatnya tak berani melanjutkan langkah. Faturohman S Kanday, Direktur pojokbogor.id yang karib disapa Bang Fatur, memintanya menyambut handuk di tangannya. Berharap Kang Andi bisa berpegangan sehingga tak terhempas saat melangkah. Nyatanya, Kang Andi tetap takut berdiri. Dia meraih ujung handuk yang ujung satunya tetap digenggaman Bang Fatur dengan posisi belutut. Seketika handuk itu ditarik dan menyeret Kang Andi ke posisi kami. Situasi yang menegangkan namun lucu. Tawa kami keluar tak terbendung menyaksikan adegan itu. Setelah Kang Andi bergabung, kami kembali menikmati kapal terombang-ambing tepat di depan kemudi nahkoda. Memandangi naik turun gelombang saat bertabrakan dengan ujung kapal yang menimbulkan bunyi deburan seperti ombak. “Akhirnya sampai”. Kata-kata itu mewakili perasaan tenang kami saat dermaga yang dipenuhi kapal berbagai ukuran mulai terlihat. Hamparan kapal berbagai ukuran semakin dekat. Hujan turun menyambut kedatangan kami. Tuntas perjalanan tiga hari dua malam mengarungi surge kecil bernama Labuan Bajo.
-
Suasana Hotel Local Collection Labuan Bajo. (Foto: Arifin/Metropolitan) Dari dermaga, kami bertolak menggunakan bus ke Hotel Loccal Collection. Hotel yang cukup ngehits di Labuan Bajo dengan konsepnya yang unik seperti di Santorini, Yunani. Tempat terakhir kami singgah semalaman sebelum benar-benar meninggalkan Labuan Bajo. Membawa pulang takjub akan keindahaan alam dan pengalaman perjalanan yang tak terbayarkan. (Arifin)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X