METROPOLITAN.id - Kasubsie Operasional Biskita Transpakuan Kota Bogor, Gery Widiana menyikapi aksi demonstrasi para sopir yang menyebabkan Biskita Transpakuan sempat berhenti operasi selama dua jam pada Selasa (1/3). Menurut Gery, ada miskomunikasi yang terjadi sehingga memicu sopir menghentikan sementara layanan Biskita Transpakuan selama beberapa jam. Namun, dirinya memastikan sejumlah tuntutan yang dipertanyakan para sopir sebenarnya tidak ada masalah. “Masalahnya hanya miskomunikasi. Yang dipertanyakan sopir adalah soal gaji. Besarannya. Sedangkan gaji mereka nggak ada yang kita tunggak, semua sudah kita berikan,” kata Gery kepada wartawan. Dijelaskannya, pembayaran gaji yang dilakukan Kodjari sebagai perusahaan yang menjalin kerja sama dengan PDJT Kota Bogor sudah dilakukan pada Senin (28/2). Hanya saja, Gery menyebut ada pihak-pihak yang sengaja memprovokasi sejumlah sopir lain, sehingga memicu aksi tersebut. “Sudah ditransfer oleh perusahaan ke rekening masing-masing, jadi karena ada beberapa provokator akhirnya temen-temen lain yang mau narik (terbawa,red), karena engak semua mau demo kan tadi,” ucapnya. “Temen-temen (sopir) yang mau narik, akhirnya jadi ikut-ikutan. Karena ngeliat temen-temen mereka lainnya pada nggak jalan. Enggak ada masalah sebetulnya,” sambung Gery. Meski demikian, dikatakan Gery, dirinya tak menampik sejumlah sopir yang mempertanyakan soal besaran gaji yang mereka terima. Pria yang menjabat sebagai Humas Biskita Transpakuan menegaskan jika pendapatan yang mereka terima ditentukan berdasarkan jumlah ritase atau evaluasi operasional pembayaran rupiah per kilometer. “Karena kan perusahaan kami dibayar Kementerian (Kementerian Perhubungan) menggunakan kilometer. Sistemnya seperti itu sejak awal," imbuh Gery. "Jadi kalau jam pelayanan (sopir) sesuai dengan jadwal yang ada dari pengelola, operator, mereka pasti akan dapat gapok Rp5,4 juta. Jadi gapoknya memang segitu," lanjutnya. Skema pembayaranya, operator sebagai pengelola layanan Biskita mengajukan ke Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Penghasilan yang mereka terima akan disesuaikan ketika ada pelanggaran selama mereka mengoperasionalkan Biskita Transpakuan. "Itu juga harus dihitung dan dibebankan ke sopir karena mereka yang melakukan kesalahan. Supaya profesionalitas kerja ada," jelasnya. Hanya saja soal penerapan sanksi, sebagian sopir tidak mengerti ketika gaji yang mereka terima dipotong. "Mereka (sopir) pengen kerjanya hanya 24 hari, tapi minta gaji full, kan gabisa. Ketika mereka izin atau sakit ada sanksi dari perusahaan. Apalagi yang tidak hadir tanpa keterangan," ujarnya. Sebelumnya, sejumlah sopir Biskita Transpakuan Kota Bogor menggelar aksi demonstrasi di kantor Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Kota Bogor pada Selasa (1/3). Aksi demo ini dilakukan para sopir karena mereka ingin menanyakan terkait transparansi gaji yang didapat hingga transparansi sanksi dan denda kerja. "Layanan Biskita sempat terhenti selama dua jam," kata salah sopir Biskita Transpakuan yang enggan menyebutkan namanya di kantor PDJT Kota Bogor. Dijelaskannya, ada beberapa tuntutan terkait dengan aksi yang dilakukan sopir Biskita, pertama terkait tuntutan gaji pokok sesuai UMK hasil rapat pimpinan PT Kodjari dengan perwakilan karyawan sebesar Rp5,4 juta. Selain itu, para sopir juga menanyakan pembayaran capaian ritase dan kilometer (KM) yang diiterimanya. "Termasuk kelebihan jam kerja (OP time), dan transparasi sanksi dan denda kerja yang ditentukan secara sepihak," ujarnya. Sementara itu, aksi demonstrasi yang dilakukan sejak pukul 06:00 WIB, selesai pada pukul 08:00 WIB. Kemudian, layanan Biskita Transpakuan sebanyak empat koridor kembali normal pada pukul 08:00 WIB. (rez)