METROPOLITAN.id - Wali Kota Bogor mengusulkan pembangunan Terminal Tipe A di kawasan perbatasan kota-Kabupaten Bogor, Simpang Ciawi, kepada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) sebagai opsi penanganan kemacetan yang masih sering terjadi di lokasi tersebut. Hal itu disampaikan saat rapat bersama tindak lanjut penanganan simpang Ciawi di ruang rapat Singosari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Jakarta, Jumat (4/3) lalu. Bima Arya menyebut, simpang Ciawi seperti daerah ‘tidak bertuan’ yang sudah sangat lama sekali dalam kondisi kompleks, krodit dan semrawut. Momentum ini, kata dia, menjadi langkah signifikan tidak saja jangka pendek tapi juga jangka panjang untuk membangun terminal tipe A yang terintegrasi. “Apa yang kita lakukan memang tidak hanya mengurai lalu lintas atau beautifikasi, harus beyond beautifikasi. Karena ada potensi bangkitan ekonomi di sana, baik kota (Bogor), kabupaten (Bogor), ataupun pemerintah pusat,” katanya. Diakuinya, Pemkot Bogor sempat berencana membangun terminal batas kota, sejalan dengan program transportasi dalam mempercepat konversi angkot. Sebab, ia punya target pada tahun 2024 angkot di pusat kota sudah hilang. Maka, sangat diperlukan pengaturan lintas batas wilayah angkutan antar kota. “Kalau ada terminal batas kota, akan sangat membantu kita untuk mengatasi kepadatan arus masuk dari angkot-angkot antar wilayah. Ada tiga jurusan disitu, kurang lebih 1.500 angkot. Sementara di Kota Bogor dari 3.000 lebih angkot sudah jauh berkurang,” tandasnya. Tentunya, kata dia, pembangunan terminal batas kota ini bisa dikembangkan sebagai opsi lain. Sebab di simpang Ciawi tidak hanya untuk keperluan angkot saja. Tetapi ada kebutuhan atau perhatian berbagai moda, seperti bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). “Supaya bisa sinkron, kita arahkan ke pembangunan terminal Tipe A di Ciawi, karena disitu semrawut. Jadi kemungkinan membangun terminal tipe A bisa jadi satu prioritas utama disitu,” tegasnya. Menurut Bima Arya, rencana ini bisa jadi satu opsi solusi karena selama ini Terminal Baranangsiang agak terhambat lantaran keseimbangan pelayanan transportasi dan komersial yang belum terselesaikan. “Kalau terminal tipe A ini geser ke Ciawi, kita beri keleluasaan dengan konsep TOD, sejalan integrasi dengan LRT dan Trem di Baranangsiang. Sangat memungkinkan untuk membantu percepatan Baranangsiang di sana. Bagi kami (Kota Bogor) akan sangat membantu mengurangi mobilitas di pusat kota maupun masuk ke kota,” tandas Bima Arya. Bima Arya menambahkan, ada tiga lahan yang memungkinkan untuk dibangun. "Paling kecil lahan Jasa Marga ada 1.100 meter, memang sulit kalau tipe A disitu. Ada juga lahan 7.000 meter dan lahan 2,1 hektar. Dua opsi (lahan) itu bisa menjadi terminal,” katanya. Namun ia mengakui bahwa untuk anggaran pembangunan terminal batas kota, termasuk untuk pembebasan lahan, agaknya sulit dibiayai oleh APBD Kota Bogor. Belum lagi, kata dia, terkendala sisa masa jabatan yang tinggal kurang lebih dua tahun dan masih ada program prioritas lain yang harus dituntaskan. “Jadi kami sangat mendukung kalau terminal tipe A di bangun di situ,” tegasnya. Sementara itu, Plt. Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Budi Setiyadi menyatakan, akan membantu berkomunikasi dengan pihak swasta, termasuk dengan pihak BUMN agar bisa membantu membangun terminal tipe A terintegrasi dengan pusat komersil seperti. Misalnya hotel dan pasar jika ada kendala keterbatasan APBD. “Nanti akan saya sampaikan ke pak menteri masalah pembebasan lahan tidak memungkinkan (APBD). Tapi menurut saya pusat bisa saja, seperti pembangunan Flyover di Brebes. Saran saya Pak Bima dan Bu Ade Yasin (Bupati Bogor, red) bertemu dengan pak menteri didampingi saya, bahkan dengan menteri PUPR,” tuntas Budi yang juga menjabat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub. (ryn)