Sabtu, 1 April 2023

Harga Cangkang Sawit Meroket, Indonesia Belum Bisa Penuhi Kebutuhan Ekspor

- Selasa, 29 Maret 2022 | 13:18 WIB

METROPOLITAN.id - Cangkang kelapa sawit kini tengah diburu sektor industri dari berbagai negara di dunia sebagai bahan bakar alternatif Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Cangkang sawit Indonesia (Apcasi) Indonesia, Dikki Akhmar, pada 2021 lalu harga komoditas ini berkisar antara 95 US$ sampai 105 US$ per ton Free On Board (FOB). Tahun ini, ditengarai naik dikisaran 118 US$. "Tahun ini harga Cangkang sawit merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah. Harga indeks Cangkang sawit 118 US$," kata di sela Diskusi Publik Apcasi di Kota Bogor, Senin (28/3). Ia menjabarkan bahwa kenaikan harga cangkang kelapa sawit seiring dengan peningkatan penggunaan energi baru dan terbarukan atau renewable energy. Dalam program bauran energi di beberapa negara di dunia. "Harga Cangkang sawit saat ini naik sekali karena kebutuhan energi dunia semakin besar," tandasnya. Dikki menambahkan, negara Jepang saat ini merupakan pangsa pasar terbesar bagi Cangkang sawit Indonesia. Serta diperkirakan akan terus menjadi pasar utama untuk komoditas tersebut. "Kebutuhan Cangkang sawit sudah 3,5 juta ton. Tiap tahun kebutuhan Jepang sampai berjuta-juta ton. Bahkan tahun 2022 diprediksi sampai 6,2 ton," tukas Dikki. Penyebabnya, kata dia, kebijakan energi di Jepang yang menetapkan 24 persen pemenuhan energi di Negeri Sakura itu pada 2030, harus berasal dari energi baru dan terbarukan. "Sebab setiap tahun makin banyak membangun power plan yang berbasis bio energi, biomassa dan 70-100 persen bahan bakunya menggunakan Cangkang sawit," ucapnya. Selain Jepang, sambung dia, pasar eskpor Cangkang sawit lainnya yakni Thailand, Taiwan, Korea Selatan, dan China. Bahkan, Cangkang sawit Indonesia jadi rebutan oleh banyak negara karena kualitas yang baik. Sementara negara lain yang juga pengekspor Cangkang sawit seperti Malaysia, disebut memiliki karakteristik yang lebih tipis. "Betul jadi rebutan. Di Eropa sekarang lagi krisis biomassa. Selama ini mereka lebih banyak menggunakan wood pellet. Kemudian ada kebijakan 30 persen harus menggunakan Cangkang sawit," kata Dikki. Namun karena biaya pengirimannya jauh lebih tinggi, sehingga negara-negara di Eropa tidak membeli Cangkang sawit dari Indonesia. "Misalnya dia bawa cangkang dari Indonesia, 35 ribu ton. Sedangkan perjalanan menuju Eropa butuh waktu 40 hari. Maka dia juga harus mempertimbangkan logistic cost-nya juga," ujarnya. Meskipun permintaan pasar internasional terhadap limbah kelapa sawit cukup tinggi, sambung dia, tapi hingga kini Indonesia belum bisa mengekspor komoditas tersebut karena keterbatasan pasokan. "Masih jauh sekali. Ketersediaan produksi cangkang kita baru 2,5 juta ton per tahun. (Padahal) peluang kita bisa ekspor sampai 3,5-4 juta ton," ujar dia. Ia berpendapat, ada beberapa kendala yang membuat ekspor Cangkang sawit belum meningkat. Diantaranya yakni tidak menunjangnya infrastruktur jalan dan perizinan. Dikki menjelaskan bahwa para petani selama ini kesulitan untuk menjangkau daerah pelosok perkebunan sawit. "Risikonya tinggi juga. Ambil cangkang di tengah kebun sawit, di pelosok. Beruntung kalau truknya sampai, kan kadang-kadang terbalik di tengah jalan," tuntas Dikki. (ryn)

Editor: Ryan Milan

Tags

Terkini

Kreasi Olahan Buah Kurma untuk Ide Berbuka Puasa

Rabu, 29 Maret 2023 | 17:00 WIB
X