METROPOLITAN.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap dua pabrik tahu di Parung, Kabupaten Bogor, yang menggunakan formalin. Tahu tersebut diketahui dijual di sejumlah pasar di Bogor, Tangerang hingga Jakarta. Lalu bagaimana membedakan tahun yang berformalin dan tidak? Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, dr Intan Widayati memberikan beberapa tips memilih tahu bebas formalin. Menurutnya, secara fisik tahu berformalin dan tidak berformalin sekilas memang sulit dibedakan. Namun jika diperhatikan lebih seksama, tahu berformalin punya ciri yang lebih kenyal dan padat serta lebih sulit untuk dihancurkan. "Memang kalau secara fisik sulit dibedakan. Tapi biasanya, kalau tahu tanpa formalin itu disimpan dua hari saja sudah hancur. Kalau tahu berformalin lebih dari dua hari masih bagus fisiknya," ujar dr Intan, belum lama ini. Intan menjelaskan, umumnya tahu berformalin akan cenderung lebih utuh ketika disimpan. Secara tekstur, tahu berformalin juga akan semakin keras dan tak berjamur ketika disimpan lebih dari dua hari. "Biasanya kelihatan lebih mengkilap juga. Masyarakat juga dapat lebih mudah untuk membedakan jika kandungan formalinnya banyak. Karena, tahu tersebut biasanya aroma obat-obatannya kuat," ungkapnya. Untuk itu, dr Intan meminta masyarakat lebih teliti dalam memilih bahan makanan. Selain tahu, formalin juga sering digunakan untuk bahan pangan lainnya seperti mie, agar-agar, hingga bakso. Padahal, formalin tidak boleh digunakan untuk kebutuhan pangan. Formalin juga tidak boleh dijual bebas karena termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3). "Dan jelas ada dampak buruknya ya ketika dikonsumsi. Biasanya bisa mengakibatkan gangguan pencernaan hingga muntah-muntah. Dampak jangka panjangnnya bisa merusak organ tubuh," tandas dr Intan. Sebelumnya, dua pabrik tahu di Bogor diketahui menggunakan formalin untuk memproduksi tahu. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun turun tangan untuk melakukan penindakkan. Dua pabrik tahu berformalin tersebut berada di Desa Waru dan Desa Waru Kaum, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. BPOM mendatangi pabrik tersebut, Jumat (10/6). “Ini temuan yang cukup besar. Penggunaan bahan berbahaya di jalur pangan,” kata Kepala BPOM RI, Penny K Lukito saat konferensi persi di lokasi pabrik, Jumat (10/6) Selanjutnya, kedua pabrik tersebut ditutup dan tidak diperkenankan melakukan produksi. Pihaknya juga mengamankan dua pemilik pabrik berinisial S (35) dan N (45). Keduanya bakal ditetapkan sebagai tersangka. “Di Undang-undang pangan, sanksinya bisa lima tahun penjara atau denda Rp10 miliar. Karena ini menggunakan bahan berhaya untuk pangan,” ungkapnya. Pabrik tersebut tersebut ternyata memiliki omzet fantastis. Dalan setahun, kedua pabrik tersebut bisa meraup untung hingga miliaran rupiah. “Produksinya itu 1 sampai 2 ton, kemudian (omzetnya) Rp2 – 3,5 miliar per tahun. Kalau pabrik ini Rp1,5 M (omzetnya), produksinya per hari itu 700 kiliogram kalau di sini,” pungkasnya. (fin)