METROPOLITAN.id - Kuasa Hukum Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, Dinalara Butar Butar mendorong Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk menindak tegas oknum auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) nakal yang meminta uang ke pemerintah daerah (Pemda). "Artinya kalau KPK sudah berani mengatakan itu, KPK harus bertindak tegas kepada BPK-nya menurut saya. Jangan sampai ada satu lembaga yang selama ini menurut kita terhormat bisa menangkal terjadinya korupsi, justru patut diduga melakukan pemerasan," ungkapnya di sela-sela sidang perkara dugaan suap auditor BPK di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Senin. Pernyataan itu ia lontarkan menanggapi Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang mengimbau semua pemda agar jangan melayani para auditor nakal yang meminta uang dalam pemeriksaan agar meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Dinalara menyebutkan bahwa apa yang dipesankan oleh Alex tersebut juga telah disampaikan hakim anggota Fernando dalam sidang perkara dugaan suap auditor BPK RI Perwakilan Jawa Barat, pada agenda pemeriksaan saksi-saksi, pekan lalu. "Artinya klop dengan pendapat majelis hakim pak Fernando di Minggu yang lalu. Bahkan beliau mengatakan kepada Yukie Meistisia Ananda Putri dari dinas (saksi), ngapain kamu ngasih uang kepada bandit-bandit BPK pemeras itu," kata Dinalara. Ia berharap, KPK tidak tinggal diam atas dugaan pemerasan yang kerap dilakukan oleh oknum auditor BPK RI. "Dengan kewenangan dia (BPK) yang begitu besar dapat memeriksa seluruh institusi di seluruh Indonesia, bahkan Pengadilan dan KPK aja bisa dia periksa. Ini harus ada tindakan tegas dari KPK," tuturnya. Seperti diketahui, Alexander Marwata menasehati semua pemerintah daerah berkaitan dengan kasus laporan keuangan BPK yang terjadi di Pemprov Sulawesi Selatan dan Pemkab Bogor. "Kepada setiap Pemerintah Daerah ya, setiap tahun itu menghadapi berhadapan dengan auditor BPK, tolong ya supaya kalau ada permintaan-permintaan uang seperti ini tidak dilayani. Laporkan segera ke inspektorat BPK supaya ada tindakan juga buat auditor nakal," ujar Alex, Kamis (18/8). Persidangan kasus suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyeret nama Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin kembali berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung, Senin (22/8). Pada sidang yang digelar di ruang sidang IV R Soebekti itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan delapan orang saksi. Saksi-saksi berasal dari pegawai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan pengusaha. Dalam persidangan pemeriksaan saksi saksi sebelumnya, Jaksa KPK kesulitan untuk mengaitkan kasus suap dengan Ade Yasin, justru para saksi mengungkap modus pemerasan oleh oknum BPK. Kedelapan saksi yang dihadirkan jaksa KPK kali ini yakni pegawai honorer Dinas PUPR Diva Medal Munggaran, Ketua Kadin Kabupaten Bogor Sintha Dec Chechawaty, Direktur PT Kemang Bangun Persada Sunaryo dan Direktur CV Raihan Putra Joharudin Syah. Selain itu, ada nama wiraswasta Lai Bui Mun atau Anen, Direktur PT Sabrina Jaya Abadi Sabrin Amirudin, Owner CV Dede Print Dede Sopian dan ajudan Bupati Ade Yasin, Anisa Rizki. Sepuluh saksi dihadirkan KPK pada sidang lanjutan, Senin (15/8) lalu. Sepuluh saksi yang merupakan pegawai Pemkab Bogor hingga KONI Kabupaten Bogor. Saat persidangan, saksi-saksi yang dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku diperas dengan berbagai modus terkait kasus dugaan suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang membelit Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin. Salah satunya diungkapkan Kasubbag Keuangan Kecamatan Cibinong Mujiyono. Ia mengaku sempat dimintai uang oleh auditor BPK bernama Gerry Ginajar Trie Rahmatullah, yang kini berstatus tersangka oleh KPK. Saat itu, Gerry meminta uang senilai Rp900 juta, yang merupakan asumsi 10 persen dari nilai pagu perkejaan infrastruktur di beberapa kelurahan se-Kecamatan Cibinong. “Setelah permintaan Gerry, saya melaporkan ke camat. Kemudian camat memanggil lurah. Kemudian saya sampaikan ada permintaan dari BPK, 10 persen dari infrastruktur,” katanya saat persidangan, Senin (15/8). Saksi lainnya yakni Kabag Anggaran Pada BPKAD Kabupaten Bogor Achmad Wildan juga mengaku pernah dimintai uang dengan alasan ongkos ketik oleh auditor BPK bernama Hendra Nur Rahmatullah. Hendra sendiri saat ini juga berstatus tersangka oleh BPK. Saat itu, Wildan sempat ingin memberikan uang tunai senilai Rp5 juta. Tapi ditolak oleh Hendra dengan alasan nominalnya terlalu kecil. Selain itu, saksi lainnya Sekretaris Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Bogor Rieke Iskandar mengaku memberi uang kepada terdakwa Ihsan Ayatullah (Kasubag Kasda BPKAD Kabupaten Bogor) karena Ihsan dimintai uang oleh auditor BPK. “Tidak ada temuan di KONI. Ihsan minta tolong, bahasa di telepon, dia perlu uang buat BPK, bisa bantu tidak Rp150 juta? Jadi saya berikan Rp50 juta,” ujar Rieke. Di sisi lain, terdakwa lainnya, Ihsan Ayatullah sempat dimintai tanggapan oleh majelis hakim. Terungkap bahwa dirinya dimanfaatkan oleh auditor BPK bernama Hendra untuk meminta uang ke sejumlah pegawai Pemkab Bogor. Ia juga menegaskan bahwa penarikan uang yang dirinya lakukan ke pegawai Pemkab dan pengusaha bukan atas dasar perintah terdakwa Bupati nonaktif Ade Yasin ataupun mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin. “Saya melakukan ini tanpa ada permintaan AY dan RY. Selalu saya sampaikan kepada SKPD untuk menemui BPK langsung. Saudara Hendra sering memanfatakan saya untuk meminta uang ke SKPD,” jelas Ihsan. (ryn)