Rabu, 31 Mei 2023

Jelang Sidang Putusan Ade Yasin, Pakar Hukum : Hakim Tidak Bisa Abaikan Fakta Persidangan Dalam Menetapkan Vonis

- Rabu, 21 September 2022 | 18:14 WIB

METROPOLITAN.id - Kasus dugaan suap BPK yang menyeret Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin menarik perhatian khalayak. Salah satunya Pakar Hukum Universitas Pakuan Dr Asmak Ul Hosnah. Dalam kasus Ade Yasin, ia menilai majelis hakim tidak bisa mengabaikan fakta persidangan dalam memberikan vonis. Dr Asmak menilai bahwa majelis hakim yang diketuai Hera Kartiningsih sebaiknya tidak mengesampingkan keterangan puluhan saksi selama belasan kali persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung. "BAP (Berita Acara Pemeriksaan, red) bisa dicabut, sementara fakta-fakta persidangan itulah yang real. Fakta di persidangan itu tidak bisa dicabut kembali dan intinya lebih kuat keterangan-keterangan di persidangan ketimbang BAP," katanya saat ditemui di Kampus Universitas Pakuan Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/9), Sebab menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan itu, tuntutan yang dibuat jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terdakwa Ade Yasin tetap berlandaskan pada BAP para saksi dan terdakwa lain. Keterangan dari saksi ahli yang dihadirkan jaksa bahkan tidak disertakan dalam materi tuntutan. "Seperti jaksa yang tidak menggunakan saksi ahli-nya dalam tuntutannya. Itu juga patut dipertanyakan kenapa?" tandas Dr Asmak. Baginya, majelis hakim dalam memberikan vonis juga harus meneliti dari segala aspek. Mulai dari barang bukti, keterangan terdakwa, keterangan saksi-saksi dan lain-lain. Sebab berkaitan dengan upaya penegakkan hukum. "Karena, lebih baik membebaskan 1.000 orang, daripada mempidana satu orang yang tidak bersalah," tegasnya. Dr Asmak juga menyoroti pasal yang digunakan jaksa dalam menuntut terdakwa Ade Yasin, yakni Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang tindak pidana korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Jo pasal 64 ayat 1 KUHP. "Kalau itu memang tidak terbukti tetapi tetap dipaksakan jaksa, dan kemudian jaksa menuntut tiga tahun untuk perbuatan penyuapan, itu saya rasa ada keraguan di sana," paparnya. Diketahui, majelis hakim akan membacakan vonis kepada terdakwa Ade Yasin pada sidang putusan di PN Tipikor Bandung, Jumat (23/9). Kuasa Hukum Ade Yasin, Dinalara ButarButar meyakini majelis hakim akan objektif dalam memberikan putusan. Sebab tiga terdakwa pegawai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pun sudah mengaku dalam persidangan bahwa tidak mendapat perintah dari Ade Yasin sebagai bupati dalam melakukan dugaan suap. Tim penasehat hukum Ade Yasin dengan tegas akan melakukan upaya hukum lainnya jika hakim memutuskan kliennya bersalah, meski hanya dengan menjatuhkan hukuman kurungan satu hari. "Terdakwa dituntut satu hari pun kami akan tetap melakukan pembelaan upaya hukum, karena terdakwa tidak bersalah, dan terdakwa bukanlah pelaku tindak pidana korupsi," kata Dinalara yang merupakan Direktur LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan (Bara JP). Selama persidangan tidak ada satu alat bukti pun yang dimiliki jaksa untuk membuktikan keterlibatan Ade Yasin. Sebab, Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin tidak terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT), namun dijemput di kediaman untuk dimintai keterangan atas penangkapan beberapa pegawai Pemkab Bogor. "Karena memang faktanya terdakwa dibawa untuk dimintai keterangan dan tidak sedang melakukan tindak pidana. Penjemputan yang dilakukan kepada terdakwa tertanggal 27 April 2022 dinihari pukul 03.00 WIB di kediamannya hanya untuk dimintai keterangan," kata Dinalara. Sementara, Terdakwa Ihsan Ayatullah dalam keterangannya saat sidang juga mengaku mencatut nama Ade Yasin saat meminta sejumlah uang kepada pejabat perangkat daerah untuk diberikan ke auditor BPK. Seperti yang diperdengarkan Jaksa melalui rekaman sadapan ketika Ihsan meminta uang kepada Terdakwa Maulana Adam. Saat itu Ihsan meminta kepada Adam agar menggenapkan uang yang semula Rp70 juta menjadi Rp100 juta, seolah-olah atas perintah bupati. "Biar Maulana Adam ikut (percaya) dengan saya, jadi saya sebut nama ibu. Awalnya Hendra (terdakwa lain, auditor BPK) menyebutkanya 70, kemudian meminta 100 dibuletin," kata Ihsan saat memberikan keterangan di pengadilan pada Senin, 5 September 2022. Ihsan menyebutkan, pengumpulan uang tersebut lantaran ada permintaan dari auditor BPK bernama Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa dengan alasan untuk biaya sekolah Agus Khotib yang saat itu menjabat Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat. Salah satu saksi yang dihadirkan Jaksa KPK, Kasubbag Keuangan Kecamatan Cibinong, Mujiyono mengungkapkan bahwa oknum auditor BPK kerap kali melakukan permintaan sejumlah uang kepada pegawai di Pemerintah Kabupaten Bogor. Mujiyono mengaku sempat dimintai uang oleh auditor BPK bernama Gerry Ginajar Trie Rahmatullah yang kini berstatus terdakwa. Menurutnya, Gerry meminta uang senilai Rp900 juta, yang merupakan asumsi 10 persen dari nilai pagu perkejaan infrastruktur di beberapa kelurahan yang ada di Kecamatan Cibinong. "Setelah permintaan Gerry, saya melaporkan ke camat, kemudian camat memanggil lurah. Kemudian saya sampaikan ada permintaan dari BPK, 10 persen dari infrastruktur," ujarnya saat memberikan keterangan di pengadilan pada Senin (15/8) lalu Dakwaan Pengondisian WTP Terpatahkan Dakwaan Jaksa mengenai adanya pengondisian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor agar meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI Perwakilan Jawa Barat terpatahkan oleh keterangan para saksi yang dihadirkan selama persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat. Terdakwa Anthon Merdiansyah yang merupakan penanggung jawab tim auditor BPK, mengaku kepada majelis hakim yang diketuai Hera Kartiningsih bahwa sempat bertemu dengan Ade Yasin pada Oktober 2021, namun bukan dalam rangka pengkondisian WTP, melainkan mengenai hal lain. "Waktu itu momen Bu Ade berduka, suaminya Bu Ade meninggal dunia. Saya sekaligus menyampaikan duka cita, silaturahmi sifatnya. (Pembahasannya) terkait omnibuslaw, penanganan COVID, sifatnya umum-umum saja," ujarnya saat memberikan keterangan di pengadilan pada Rabu (24/8). Meski menjabat sebagai penanggung jawab, Anthon tidak memiliki kewenangan dalam mengondisikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas LKPD. "Tidak punya kewenangan. (Semua pemeriksa) tidak," kata Anthon Saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa KPK, Wiryawan Chandra menyebutkan bahwa adanya pertemuan Ade Yasin dengan auditor BPK bukan pelanggaran WTP. Wiryawan yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta saat sidang di PN Tipikor, menerangkan bahwa pertemuan tersebut dibolehkan sebagai pintu untuk memperbaiki laporan keuangan pemerintah. "Ruang-ruang pertemuan itu memang disediakan untuk perbaikan. Mempersilahkan kepala daerah untuk melakukan perbaikan-perbaikan," ujarnya saat memberikan keterangan di pengadilan pada Senin, 29 Agustus 2022. Pasalnya, BPK memberi peluang kepada institusi yang diperiksa untuk memperbaiki laporan keuangan jika terdapat temuan-temuan di lapangan oleh auditor BPK. "Prinsipnya harus mengefektifkan pelaksanaan Undang-Undang. Kalau pertemuan-pertemuan tadi ini harus dalam rangka mengefektifkan hasil-hasil dari auditor tadi," terang Wiryawan. Sementara, saksi ahli yang dihadirkan terdakwa Ade Yasin, Inspektur IV Inspektorat Jenderal Kemendagri Arsan Latif menyebutkan bahwa perbaikan laporan keuangan merupakan kewajiban bagi institusi pemerintah setelah melalui proses pemeriksaan oleh BPK RI. "Jika kepala daerah tidak memeperbaiki kewajibannya (temuan BPK), ini malah menjadi pertanyaan," kata Arsan saat memberikan keterangan di pengadilan pada Senin, 29 Agustus 2022. Ia kemudian menjawab terkait upaya mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) yang disebut-sebut menjadi motif Pemerintah Kabupaten Bogor dalam dugaan suap untuk memperoleh opini WTP. "Setau saya WTP itu bagian kecil saja untuk mendapatkan DID ini," tutupnya. (ryn)

Editor: Ryan Milan

Tags

Terkini

X