Senin, 22 Desember 2025

Geger! Sapi Mati di Bekasi, Diduga Over Dosis Vaksin

- Senin, 7 November 2022 | 15:01 WIB
BINGUNG: Sejumlah masyarakat Jakarta Timur kebingungan, setelah pemerintah resmi meniadakan siaran TV analog dan menggantinya dengan siaran digital.
BINGUNG: Sejumlah masyarakat Jakarta Timur kebingungan, setelah pemerintah resmi meniadakan siaran TV analog dan menggantinya dengan siaran digital.

METROPOLITAN - Jumlah sapi yang mati diduga akibat over dosis vaksin di Kampung Cikunir, RT 06/03, Jakamulya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat, bertambah menjadi tiga ekor. Tami, sang pemilik, masih belum mendapat kejelasan terkait penyebab pasti kejadian ini. Balai Veteriner (B-Vet) Direktorat Jendera l Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan), Subang, yang menerima informasi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi menyambangi lokasi untuk menindaklanjuti kejadian tersebut. Medik Ve t e r i n e r ( koo rd i nator lab ) Laboratorium Kesmavet, drh Rinto Sukoco, mengatakan, vaksinasi yang dilakukan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (Ketapang) Kota Bekasi terhadap sapi-sapi milik Tami sudah sesuai SOP, baik dosis hingga aplikasi pemberian. ”Apabila kita melihat urutan kejadian, itu kan vaksinasi 17 Oktober, kemudian kematian pertama 26 Oktober. Tadi kita sampaikan juga ke pemilik, kalau gejala klinis itu muncul dua hari (24 Oktober) dan itu gejalanya tidak mengarah ke PMK. Jadi, untuk kematian akibat post vaksinal itu kemungkinan kecil,” kata Rinto. Ia menjelaskan, setiap obat maupun vaksin sudah memiliki aturan terkait dosis. Pemberian dosis ini yang harus diikuti aplikator tanpa menambahkan atau mengurangi. ”Dinas itu sudah memberikan dosis sesuai takaran. Jadi, di situ ditulis untuk sapi 2 ml, kambing domba 1 ml dan itu sudah sesuai aplikasi. Kalau kelebihan dosis atau apa, mungkin itu hanya opini. Semua bisa terjadi. Kalau bisa dibilang kelebihan dosis, mungkin tidak,” bebernya. Rinto menyampaikan kepada petani sapi agar melapor ke dinas terkait apabila terjadi sesuatu terhadap sapi-sapinya. Laporan tersebut nantinya akan diteruskan ke Kementerian Pertanian untuk segera ditindaklanjuti. Di sisi lain, Tami merasa tidak puas dengan jawaban pihak B-VET Subang selaku organisasi pemerintah yang bertugas melakukan penyidikan dan pengujian penyakit hewan. Sebab, enam tahun bergelut menjadi petani sapi, Tami mengaku tak pernah menemukan satu pun kasus sapi yang mengalami kejang-kejang dengan mata memerah. Tami menceritakan, awal vaksinasi keempat sapinya saat itu dilakukan di Babakan, Mustikasari, bersamaan dengan kepindahannya ke Jakamulya. Ketika itu sudah ada beberapa sapi yang diangkut ke tempat baru, sehingga hanya menyisakan beberapa sapi. ”Jadi, saya bilang sebelum vaksin, dok ini nggak apa-apa saya langsung bawa (sapi yang divaksin, red) ke sini. Dokternya bilang, oh nggak apa-apa, ini kan bereaksinya nggak langsung sekarang, tiga hari kemudian. Oh ya udah kalau misalkan nggak masalah, silakan saja (vaksin, red),” jelas Tami. Saat penyuntikan, ia sempat menyinggung terkait dosis vaksin yang diberikan pada jenis sapi yang berbeda. Namun, dokter bersangkutan dengan tegas mengatakan bahwa dosis vaksin untuk seluruh sapi disamaratakan. Setelah sapi-sapinya mati, Tami sempat sharing ke dokter hewan swasta untuk menanyakan keresahannya. Sang dokter pun menjelaskan, vaksinasi untuk sapi ras Indonesia sebaiknya dikurangi takaran dosisnya. Hal ini dikarenakan sapi lokal memiliki karakter berbeda dengan sapi impor.(lip/suf/ py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X