Senin, 22 Desember 2025

Dalam KUHP Baru, Pasangan Mesum Nggak Bisa Asal Digrebek Warga-Satpol PP

- Sabtu, 10 Desember 2022 | 16:23 WIB
ILUSTRASI.
ILUSTRASI.

METROPOLITAN.id - Disahkannya KUHP baru oleh DPR RI beberapa waktu lalu masih menyisakan polemik di masyarakat. Salah satunya KUHP baru memperluas definisi perzinahan.

Dalam KUHP baru, semua jenis hubungan seksual di luar nikah dan hidup bersama di luar nikah sekarang adalah kejahatan. Namun tidak semua orang bisa asal main grebek, termasuk polisi atau Satpol PP.

Dikutip dari lenteratimes.com, penting untuk dicatat bahwa di Belanda kohabitasi tidak diatur juga bukan kejahatan karena Belanda tidak mempermasalahkannya.

Hal ini dilarang dalam KUHP baru yang mengadopsi nilai-nilai ketimuran karena tidak sesuai dengan norma Indonesia.

"Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi pasal 412 ayat 1 KUHP baru yang dikutip detikcom, Jumat 9 Desember 2022.

Jadi, bisakah orang acak menggrebek pasangan kumpul kebo? Tentu saja tidak. Hal ini karena hanya suami/istri atau orang tua yang dapat mengadu.

Hal ini diatur dalam Bagian 412 paragraf 2: Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tanpa penuntutan selain pengaduan:

  1. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau
  2. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Hal yang sama berlaku untuk perzinahan. Dalam hukum KUHP Belanda saat ini, perzinahan hanya berlaku untuk pasangan yang sudah menikah. Bukan merupakan tindak pidana jika kedua pasangan tidak terikat dalam perkawinan.

Di bawah hukum pidana baru, yang akan berlaku pada tahun 2025, akan diperluas menjadi persetubuhan di luar nikah. Ancamannya 1 tahun penjara.

Tapi apakah penduduk setempat bisa merampok pasangan selingkuh di atas? "Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan," demikian bunyi pasal 411 ayat 2.

Poin ini juga disorot oleh Menkumham Yasonna Laoly. "Tidak mungkin polisi langsung nangkap, kecuali aduan. Itupun dari keluarga terdekat, anak, suami, istri. Ini di-blow up sedemikian rupa seolah siapa yang datang dengan yang tidak pasangannya, urusan private itu bukan campur tangan kita dan di saat yang sama kita harus menjaga nilai Keindonesiaan kita," ucap Yasonna.

Yasonna mengimbau WNA tak perlu khawatir dengan hukum pidana baru. Yasona menegaskan, klausul zina hanya berlaku dalam kasus pengaduan dari kerabat dekat. "Harus ada pengaduan. Jadi kalau orang Australia yang mau berlibur ke Bali sama-sama mereka mau satu kamar atau apakah urusan dia itu. Kecuali ada pengaduan dari orang tuanya dari Australia which is not their culture," ujar Yasonna.

Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad juga meluruskan kontroversi pasal perzinaan dalam hukum pidana baru. Dusco menegaskan, pasal ini bersifat delik aduan. (Pasal zina) satu itu delik aduan, kedua memang yang melaporkan keluarga terdekat. Kalau turis-turis, ya, masa keluarganya mau laporan ke sini? Gitu kira-kiralah," ujar Dasco. (lt/ryn)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Terkini

X