Senin, 22 Desember 2025

Giliran Tarif Taksi Online Diatur Pemda

- Sabtu, 18 Februari 2017 | 09:18 WIB

Pro kontra kehadiran angkutan online masih terus bergulir. Sejumlah pengemudi mulai harap-harap cemas menyusul adanya larangan atas berop­erasinya transportasi publik tersebut. Bersamaan dengan hal itu, giliran taksi online yang bakal diatur tarifnya oleh pemerintah daerah (pemda).

Sesuai revisi Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 32/2016, sejumlah poin revisi mulai diberlaku­kan. Mulai dari ketentuan STNK yang harus atas nama badan hukum, hingga tarif taksi online yang akan diatur pemda.

Dirjen Perhubungan Darat Pudji Hartanto mengatakan, STNK harus berbadan hukum atau harus berada di bawah satu badan hukum koperasi. Ini untuk menciptakan rasa tanggung jawab dari para pengusaha dan pengemudi.

“Begitu juga dengan tarif. Ini bukan diatur Dirjen Per­hubungan Darat atau Ke­menterian Perhubungan, tapi diserahkan kepada pemda atau dalam hal ini guber­nur yang bisa mengetahui bagaimana pangsa pasar,” lanjut Pudji.

Pudji menuturkan, upaya menciptakan kesetaraan dalam berbisnis juga dilihat dari segi jumlah kendaraan. Hal itu dilakukan karena adanya tren penurunan pen­umpang taksi konvensional setelah taksi online bermun­culan.

“Kalau kita tidak atur, seb­agai salah satu contoh, dia (taksi konvensional) bisa mendapat empat atau lima penumpang dalam sehari tapi begitu kemudian banyak yang ikut bergabung dengan taksi online akhirnya akan berkurang pendapatannya,” ucap Pudji.

Ketua Organda Kota Bo­gor Mochammad Ischak mengakui kehadiran ang­kutan online membentuk kompetisi tak sehat dalam bisnis transportasi. Sebab, selama ini angkutan itu tidak dibatasi trayek atau aturan lainnya.

“Kalau mereka bebas bisa masuk jalur mana saja tanpa dibatasi trayek. Sedangkan, angkot kan mempunyai ba­tasan tidak bisa keluar dari trayek yang telah ditetap­kan,” ujar Ischak.

Selain itu, banyak pen­gusaha angkot yang ikut dirugikan dengan kehadiran angkutan online. Apalagi, tidak ada kewajiban angku­tan online untuk melakukan uji Kir dan membayar pajak angkutan umum dan trayek.

“Ini yang paling tidak diterima para pengusaha angkot. Seharusnya Pemkot Bogor dari awal mengambil kebijakannya. Makanya ka­lau ada larangan itu kami sangat mendukung,” terang dia.

Ischak juga mengaku ban­yak menerima pengaduan dari pengusaha angkot, bahkan dari trayek 12 di Kota Bogor ada pengusaha angkot yang menjual be­lasan angkotnya lantaran mengalami kebangkrutan pasca keberadaan angkutan online tersebut. “Itu yang terlihat banyak, belum yang satuannya kan belum terli­hat,” paparnya.

Masalah ini juga diamini pengelola transporatsi mas­sal milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Direktur Utama PDJT Kota Bogor Krisna Kuncahyo mengakui adanya penurunan pendapa­tan dalam tiga bulan tera­khir. Bahkan, dihitung-hitung kerugiannya mencapai angka Rp90 juta.

“Karena masyarakat banyak beralih ke angkutan online ketimbang bus atau angkot. Malah, mereka juga sering mangkal di shelter-shelter yang menjadi tempat kita mengambil penumpang,” katanya.

Selain itu, ia juga menyay­angkan tidak ada aturan untuk keberadaan angkutan online sehingga keberadaan­nya bisa bebas di mana saja. Bahkan, lapak untuk menunggu bus Transpakuan banyak dipakai untuk mang­kal pengemudi online. Seper­ti yang terjadi di koridor satu Bubulak-Cidangiang-Ciawi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X