Senin, 22 Desember 2025

Rebutan Lahan Berujung Bentrok

- Jumat, 28 April 2017 | 12:43 WIB

METROPOLITAN- Pemandangan mencekam terlihat di sudut Jalan DR Semeru, Kota Bogor. Sekelompok anggota berseragam lengkap dengan unit Barracuda sudah siaga mengamankan eksekusi pengosongan asrama Wisma Latimojong. Rupanya dari dalam asrama itu, mahasiswa asal Sulawesi Selatan juga tak kalah banyak membentengi bangunan yang sudah 60 tahun ditempati itu. Sampai akhirnya Satpol PP yang berusaha mendobrak pintu pagar dihadang pakai tongkat bambu. Eksekusi yang dinanti selama 17 tahun itu pun pecah dengan aksi bentrok.

 Bentrok antara sejumlah mahasiswa asal Sulawesi Selatan dengan aparat dalam kisruh eksekusi pengosongan asrama Wisma Latimojong tak terhindarkan. Keduanya saling terlibat aksi pukul dengan kayu dan pentungan. Bahkan, kepolisian pun menyemburkan air Water Cannon ke arah mahasiswa untuk melerai keributan.

Selama satu jam suasana di kawasan itu berubah panas. Beberapa mahasiswa terluka akibat terkena semprotan water canon. Namun, polisi dan satpol PP tetap gagal menerobos asrama untuk pengosongan.

Sebab, sejumlah mashasiswa yang tergabung dalam Ikatan Kekeluargaan Mahasisa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan (Ikami Sulsel) kekeuh menolak eksekusi yang dilakukan Pengadilan Negeri Bogor atas wisma tersebut. Alasannya, karena sedang melakukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung atas bangunan yang berdiri di lahan seluas 986 meter persegi.

Padahal, berdasarkan surat penetapan PN bogor tanggal 30 Desember 2016 dengan nomor 17/Pdt/Eks/2016/PN.Bgr jo No.61/Pdt.G/2012/PN.Bgr. K97-14, bangunan itu sudah jatuh ke tangan Yayasan Al Ghazali bogor selaku pemohon eksekusi.

Pada Kamis (27/4) kemarin Pengadilan Negeri (PN) bogor seharusnya sudah mengeksekusi atau mengambil alih secara paksa Wisma Latimojong. Namun, yang terjadi tidak sesuai harapan. Rebutan lahan yang sudah terjadi selama 17 tahun itu pun berujung bentrok.

Informasi yang dihimpun Harian Metropolitan, wisma itu telah ditempati mahasiswa Sulawesi sejak 1958. Pemilik lahan Mak Engkom Ondaatje mengontrakan rumahnya dengan nama Wisma Tondano kepada sejumlah mahasiswa dari Manado. Namun hingga pada 1971 tiba-tiba wisma tersebut berubah nama menjadi wisma Latimojong.

Mak Engkom Ondaatje ini mempunyai anak Rudolf fried Ondaatje atau yang biasa dipanggil Rudi dan memang ia merupakan keturunan dari Belanda dan Manado,” ujar pengasuh pondok Pesantren YIC Al Ghazaly KH Mustofa Abdullah Bin Nuh.

Mustofa pun menceritakan awal mula lahan itu menjadi milik yayasan. Pada 2000, ahli waris Mak Engkom Ondaatje, Rudolf fried Ondaatje telah menjual tanah seluas 986 meter persegi ke Yayasan Islamic Centre Al Ghazali. Alasannya, karena saat itu ia mengaku kesulitan untuk meminta pindah mahsiswa asal Sulawesi yang sudah mengisi lahan miliknya sejak 1958. Sehingga pria yang akrab disapa Rudi tersebut menjualnya ke YIC Al Ghazaly Rp 300 juta. “Mereka mengaku tidak sanggup meminta kembali lahannya dari mahasiswa tersebut, sehingga mereka menjual ke kita Rp 300 juta pada tahun 2000,” terangnya.

Sejak itu rebutan lahan antara pemilik Yayasan dengan mahasiswa pun bergulir. Kelompok mahasiswa tersebut pernah menggugat BPN dan YIC Al Ghazaly mulai dari PTUN hingga ke Mahkamah Agung. Tetapi menurut KH Mustofa semua pengadilan tersebut memenangkan YIC Al Ghazaly sebagai pemenang karena memiliki dasar hukum yang kuat sebagai pemilik lahan tersebut. “Tanah yang kami beli lansgung sertifikatkan dan dibalik namakan atas nama YIC Al Gahzaly dan diwakili oleh tiga orang yaitu ibu Romlah, Bapak nur dan Bapak Sukim. Dan wajar saja jika menang karena kepemilikannya jelas,” paparnya.

Selain itu, perwakilan Pemda Sulsel sudah pernah mendatangi YIC AL Ghazaly dan mengakui bahwa lahan tersebut bukan milikinya, bahkan menurut perwakilan Pemda Sulsel dari Biro Aset dan Hukum yang datang pada 19 November 2016 telah memita agar mahasiswa yang tinggal disitu untuk mengalah.

Pasca membeli lahan tersebut, menurut KH Mustofa awalnya YIC AL Ghazaly tidak langsung meminta untuk dikosongkan lahan tersebut. Namun mengajak diskusi untuk mencari solusi namun pihak dari mahasiswa tidak menggubris surat undangannya. Ditambah lagi bangunan YIC Al Ghazaly sudah tidak dapat menampung 2700 muridnya digedung yang saat ini digunakan, sehingga perlu ada perluasan bangunan. “Karena sulit untuk dikosongkan akhirnya kita melakukan rakor untuk melakukan eksekusi itu, namun mahasiswa langsung mengirimkan surat untuk melakukan penangguhan pembongkran. Tetapi tidak bisa karena kita sudah melakukan rakor dengan Muspida,” katanya.

Sementara itu Penasihat Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa Indonesia (IKAMI) Sulawesi Selatan Andi Arfal mengatakan, penolakan itu dilakukan atas dasar proses hukum yang sampai saat ini masih berjalan. “Kita taat hukum, makanya kita minta proses eksekusi ini ditunda, karena kan masih ada proses hukum yang sedang berlangsung, kita juga sudah ajukan Peninjauan Kembali (PK),” tuturnya.

Sementara itu, atas bentrokan yang terjadi sedikitnya ada lima mahasiswa yang terluka.Kebanyakan mahasiswa mengalami luka di bagian tangan dan kepala. “Saya juga luka di bagian kepala, ada yang sesak napas juga. Ada juga yang dipukul sama Satpol PP,”aku salah satu perwakilan mahasiswa Hamka Lambudong

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X