Terlepas dari lemahnya peran pemerintah, Muhyiddin mengimbau seluruh masyarakat untuk tetap tenang dan waspada dari kemungkinan-kemungkinan terburuk. “Kita tidak tahu, setelah skenario ini ada skenario apalagi. Yang pasti saya minta masyarakat untuk tetap waspada dan jangan main hakim sendiri. Juga kepada pemerintah agar lebih serius dan tidak main-main dengan kasus ini,” tutupnya.
Terpisah, Kepala Badan Intelijen Negra (BIN) Budi Gunawan mengatakan bahwa kasus penyerangan terhadap tokoh atau institusi agama yang terjadi beberapa waktu terakhir tidak memiliki keterkaitan satu sama lain. Budi mensinyalir ada oknum-oknum tertentu yang mempolitisasi kasus ini sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. "Satu case dengan yang lainnya tidak ada keterkaitan, tapi memang ada pihak yang memelintir ini, kejadian kasus per kasus dipelintir dugaannya ingin membuat keresahan," ujar Budi kepada pewarta.
Budi mengatakan, oknum-oknum tertentu telah memanfaatkan kejadian penyerangan tersebut untuk menyebarkan berita-berita hoaxmelalui media sosial termasuk memunculkan kembali isu-isu lama seperti isu PKI. Saat ini BIN dan Divisi Cyber Crime Polri sudah mengungkap beberapa pelaku yang memolitisasi kasus penyerangan terhadap pemuka agama. Budi mengatakan, kelompok yang ingin memolitisasi penyerangan pemuka agama berasal dari dalam negeri.
Sejauh ini sebanyak tujuh pelaku sudah diamankan dan aparat keamanan masih melakukan pengejaran pelaku lainnya di wilayah Sumatra Utara, Bogor, dan Jakarta. "Ini kami sedang mengejar itu semua, kebanyakan dalam negeri dan hingga hari ini sudah sekitar tujuh tersangka kita amankan," kata Budi.
Budi membantah, BIN kecolongan atas kasus-kasus penyerangan terhadap pemuka agama di sejumlah daerah. Budi mengatakan, BIN sudah memprediksi akan ada berbagai bentuk kampanye hitam pada tahun politik ini. "Enggak, karena kita sudah prediksi. Ini kan tahun politik dan kita sudah mengingatkan bahwa kampanye hitam dalam bentuk penggunaan media sosial untuk dipolitisasi akan marak," ujar Budi.
Anggota dewan Pengarah Unit Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Romo Antonius Benny Susetyo menyayangkan terjadinya penyerangan tersebut. Meski sangat memprihatinkan, dia meminta masyarakat, khususnya umat Katholik tidak terprovokasi dengan aksi biadab tersebut. “Umat beragama tidak boleh terpancing. Percayakan pada pihak kepolisian,” ujarnya pada pewarta.
Oleh karenanya, Romo Benny berharap, polisi bisa mengusut kasus tersebut. Ttidak hanya yang terjadi di Gereja St Lidwina Bedog, Sleman, melainkan semua kasus yang terjadi berentetan itu. Mulai dari penyerangan ulama di Jawa Barat hingga persekusi yang dialami biksu di Banten. Mengingat kasus-kasus itu berlangsung dalam waktu yang berdekatan. “Harus dicari akar masalahnya apa,” ujarnya.
Dia menilai, rentetan kasus yang belakangan terjadi sangat ganjil. Pasalnya, selama ini, relasi yang terjalin antara umat beragama terbilang sudah cukup harmonis. Tak terkecuali di lingkungan Gereja St Lidwina Bedog, Sleman Yogyakarta. Untuk itu, kepolisian sebagai pihak yang memiliki kemampuan mengusut harus menjalankan tugasnya secara maksimal. “Selama ini relasi ga ada masalah, jadi mungkin ada faktor lain. Kita harap Polri akan mengungkap itu,” imbuhnya.
Di bagian lain, fenomena sosial seperti ini juga pernah muncul beberapa tahun silam. Sebagian kalangan menduga isu-isu SARA dan fenomena ini sengaja dihembuskan saat memasuki tahun politik. Sebut saja penembakan misterius (Petrus) medio 1980-1985, Ninja Misterius 1998, Kolor Ijo 2003 dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) 2017-sekarang.
Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, menilai isu-isu yang meresahkan masyarakat akan terus ‘digoreng’ di tahun politik ini. Syamsudin menuding sejumlah pihak akan diuntungkan dari isu-isu tersebut. Mereka adalah politisi busuk, kaum agama radikal, pengusaha gelap, dan kelompok militer. "Kenapa diuntungkan? Sebab dengan isu ini, pihak-pihak tersebut mencoba mencari celah ke kekuasaan dalam konteks pilkada 2018 maupun pemilu 2019," ujar Syamsuddin. SMRC pun merilis hasil risetnya dan menemukan bahwa isu kebangkitan PKI tidak banyak dipercaya masyarakat. Dalam survei nasional ditemukan bahwa 86,8 persen responden tidak percaya bahwa PKI sedang bangkit. Hanya 12,6 responden yang percaya. Lebih spesifik, di antara mereka yang percaya bahwa PKI sedang bangkit, ada 39,9 persen yang bilang bahwa partai tersebut sudah mengancam negara. Hanya 15,5 persen dari mereka yang mengatakan bahwa ancaman PKI masih laten, atau belum menjadi ancaman nyata untuk saat ini.
(tim)